GANGGUAN KEPRIBADIAN
Gangguan Kepribadian adalah pola-pola perilaku maladaptive yang sifatnya kronis, dan sepenuhnya tidak merasakan gangguan (Meyer dan Salmon, 1984). Beberapa cirri lain gangguan kepribadian antara lain adalah : kepribadian menjadi tidak fleksibel, tidak wajar atau tidak dewasa dalam menghadapi stres atau di dalam memecahkan masalah. Mereka umumnya tidak kehilangan kontak dengan realitas dan tidak menunjukkan kekacauan perilaku yang mencolok seperti pada penderitaan skizofrenia. Penderitaan ini biasanya dialami pleh para remaja dan dapat berlangsung sepanjang hidup ( Atkinson dkk., 1992).
Gangguan kepribadian ada beberapa macam, diantaranya:
» Paranoid, sifat2nya: sangat curiga, selalu siap terhadap bahaya dan gangguan yang potensial, tidak percaya pada orang lain, menolak tanggung jawab thd kesalahan mereka dan menimpakan kesalahan pada orang lain, kalau dikritik bersikap bermusuh.
» Histrionik, sifat2nya: suka mencari perhatian, lebih banyak pada wanita, selfish, egoistik, tidak stabil dan tidak dapat dipercaya, suka menarik perhatian, minta reassurance, pulian, dan approval dari orang lain dan marah kalau ditolak.
» Obsesif-kompulsif: tidak dapat membuat keputusan, perfeksionis, tidak fleksibel, yang diekspresikan dengan cara2 yg maladaptif, sangat memperhatikan keberhasilan dan detail, sering sampai pada kehilangan pengertian tentang apa yang pentingdan tidak, sangat mementingkan jadwal, sangat kikir tentang uang dan waktu, ekspresi emosi tertahan shp kurang ada hub akrab, interaksinya kaku shg tidak mau kompromi kalau tidak ada persetujuan, tidak produktif dan perfeksionismenya adalah neurotik dan tidak konstruktif.
» Pasif-agresif: memendam amarah dan rasa bermusuh yang diekspresikan dengan cara tidak langsung, dengan cara yang menyakitkan, kalau mereka salah, mereka mengatakan bahwa mereka korban keadaan, mereka merusak hubungan interpersonal, self-centered, tidak mau bertanggung jawab, tidak sensitif thd kritik, menganggap dirinya benar, menjengkelkan.
» Sadistis: bertingkah laku thd orang lain secara bengis dan penuh dan banyak permintaan, perlakuan kejam dapat dilakukan di rumah maupun di pekerjaan, dapat bersifat fisik maupun psikis, merasa senang dan mendapatkan kegembiraan bila mendengar atau melihat orang lain merasa tidak enak (menderita), sangat tertarik dengan kekerasan senjata atau teknik2 penyiksaan.
» Menyalahkan diri sendiri: bertindak dengan cara2 yang membawanya merusak diri sendiri, kurang pemuasan, menderita sakit drpd kesenangan, menderita ketidakpuasan, kegagalan, atau pelecehan, mereka tidak mencari bantuan meski merasa terluka atau terhina, membuat hal-hal positif menjadi tidak mengenakkan.
» Narsistik
Narsistis atau cinta pada diri sendiri digambarkan sebagai orang yang memiliki rasa kepentingan diri yang melambung dan dipenuhi dengan khayalan-khayalan sukses, Merasa diri penting (gradiositas)-> jatuh cinta pada diri sendiri, selalu mencari pujian dan perhatian, serta tidak peka terhadap kebutuhan orang lain, malahan justru seringkali mengeksploitasinya.
Gangguan kepribadian ini ditandai dengan ciri-ciri berupa perasaan superior bahwa dirinya adalah paling penting, paling mampu, paling unik, sangat eksesif untuk dikagumi dan disanjung, kurang memiliki empathy, angkuh dan selalu merasa bahwa dirinya layak untuk diperlakukan berbeda dengan orang lain (DSM-IV). Perasaan-perasaan tersebut mendorong mereka untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan dengan cara apapun juga.
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders - Fourth Edition) individu dapat dianggap mengalami gangguan kepribadian narsissistik jika ia sekurang-kurangnya memiliki 5 (lima) dari 9 (sembilan) ciri kepribadian sebagai berikut:
• Merasa Diri Paling Hebat
Jika seseorang merasa dirinya paling hebat/penting (bedakan dengan orang yang benar-benar hebat/penting) maka ia tidak akan malu-malu untuk memamerkan apa saja yang bisa memperkuat citranya tersebut. Selain itu untuk mendukung citra / image yang dibentuknya sendiri, individu rela menggunakan segala cara. Oleh karena itu ketika orang tersebut berhasil memperoleh gelar (tanpa mempedulikan bagaimana cara memperolehnya) maka ia tidak akan segan atau malu-malau untuk memamerkannya kepada orang lain. Bagi mereka hal ini sangat penting agar orang lain tahu bahwa ia memang orang yang hebat. Tidak heran cara-cara seperti mengirimkan ucapan selamat atas gelar yang diperoleh secara instant (dibeli) di koran-koran oleh "diri sendiri" dianggap bukan suatu hal yang aneh. Merasa diri paling hebat namun seringkali tidak sesuai dengan potensi atau kompetensi yang dimiliki (has a grandiose sense of self-important). Ia senang memamerkan apa yang dimiliki termasuk gelar (prestasi) dan harta benda.
• Seringkali memiliki rasa iri pada orang lain atau menganggap bahwa orang lain iri kepadanya (is often envious of others or believes that others are envious of him or her).
• Fantasi Kesuksesan & Kepintaran
Dipenuhi dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kepintaran, kecantikan atau cinta sejati (is preoccupied with fantasies of unlimited success, power, briliance, beauty, or ideal love).
Pintar dan sukses adalah impian setiap orang. Meski demikian hanya sedikit orang yang bisa mewujudkan impian tersebut. Pada individu pembeli gelar sangatlah mungkin mereka menganggap bahwa kesuksesan yang telah mereka capai (cth: punya jabatan) belum cukup jika tidak diikuti dengan gelar akademik yang seringkali dianggap sebagai simbol "kepintaran" seseorang. Sayangnya untuk mencapai hal ini mereka seringkali tidak memiliki modal dasar yang cukup karena adanya berbagai keterbatasan seperti tidak punya latarbelakang pendidikan yang sesuai, tidak memiliki kemampuan intelektual yang bagus atau tidak memiliki waktu untuk sekolah lagi. Hal ini membuat mereka memilih jalan pintas dengan cara membeli gelar sehingga terlihat bahwa dirinya telah memiliki kesuksesan dan kepintaran (kenyataannya hal tersebut hanyalah fantasi karena gelar seharusnya diimbangi dengan ilmu yang dimiliki).
• Sangat Ingin dikagumi (requires excessive admiration).
Pada umumnya para pembeli gelar adalah para individu yang sangat terobsesi untuk dikagumi oleh orang lain. Oleh karena itu mereka berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan "simbol-simbol" yang dianggap menjadi sumber kekaguman, termasuk gelar akademik. Obsesi untuk memperoleh kekaguman ini sayangnya seringkali tidak seimbang dengan kapasitas (kompetensi) diri sang individu tersebut (cth: tidak memenuhi syarat jika harus mengikuti program pendidikan yang sesungguhnya). Akhirnya dipilihlah jalan pintas demi mendapatkan simbol kekaguman tersebut.
• Kurang empathy (lacks of empathy: is unwilling to recognize or identify with the feelings and needs of others).
Para pembeli gelar pastilah bukan orang yang memiliki empati, sebab jika mereka memilikinya maka mereka pasti tahu bagaimana perasaan para pemegang gelar asli yang memperoleh gelar tersebut dengan penuh perjuangan. Jika mereka memiliki empati pastilah mereka dapat merasakan betapa sakit hati para pemagang gelar sungguhan karena kerja keras mereka bertahun-tahun disamakan dengan orang yang hanya bermodal uang puluhan juta rupiah.
• Merasa Layak Memperoleh Keistimewaan(has a sense of entitlement).
Setiap individu yang mengalami gangguan kepribadian narsissistik merasa bahwa dirinya berhak untuk mendapatkan keistimewaan. Karena merasa dirinya istimewa maka dia tidak merasa bahwa untuk memperoleh sesuatu dia harus bersusah payah seperti orang lain. Oleh karena itu mereka tidak merasa risih atau pun malu jika membeli gelar karena bagi mereka hal itu merupakan suatu keistimewaan yang layak mereka dapatkan.
• Angkuh dan Sensitif Terhadap Kritik (shows arrogant, haughty behavior or attitudes).
Pada umumnya para penyandang gelar palsu sangat marah dan benci pada orang-orang yang mempertanyakan hal-hal yang menyangkut gelar mereka. Bagi mereka, orang-orang yang bertanya tentang hal itu dianggap sebagai orang-orang yang iri atas keberhasilan mereka. Jadi tidaklah mengherankan jika anda bertanya pada seseorang yang membeli gelar tentang ilmu atau tesis atau desertasinya maka ia akan balik bertanya bahkan menyerang anda sehingga permasalahan yang ditanyakan tidak pernah akan terjawab. Bahkan mereka akan menghindari pembicaraan yang menyangkut hal-hal akademik.
• Kepercayaan Diri yang Semu
Jika dilihat lebih jauh maka rata-rata individu yang mengambil jalan pintas dalam mendapatkan sesuatu yang diinginkan seringkali disebabkan karena rasa percaya dirinya yang semu. Di depan orang lain mereka tampak tampil penuh percaya diri namun ketika dihadapkan pada persoalan yang sesungguhnya mereka justru menarik diri karena merasa bahwa dirinya tidak memiliki modal dasar yang kuat. Para individu yang membeli gelar umumnya adalah mereka yang takut bersaing dengan para mahasiswa biasa. Mereka kurang percaya diri karena merasa bahwa dirinya tidak mampu, tidak memenuhi persyaratan dan takut gagal. Daripada mengikuti prosedur resmi dengan risiko kegagalan yang cukup tinggi (hal ini sangat ditakutkan oleh para individu narsisistik) maka lebih baik memilih jalan pintas yang sudah pasti hasilnya.
• Yakin bahwa dirinya khusus, unik dan dapat dimengerti hanya oleh
atau harus dengan orang/ institusi yang khusus atau memiliki
status tinggi.
• Kebanggan berlebihan
• Merasa hebat, besar, dan harapan akan perlakuan dan
kepatuhan khusus
• Eksploitatif secara interpersonal(is interpersonally exploitative), yaitu mengambil keuntungan
dari orang lain demi kepentingan diri sendiri.
• Perilaku congkak/ sombong.
»Kepribadian Bergantung atau dependent personality disorder
Ditandai dengan adanya orientasi hidup yang pasif, tidak mampu mengambil keputusan atau menerima tanggung jawab, cenderung menyalahkan diri sendiri, dan selalu berharap memperoleh dukungan orang lain (Atkinson dkk., 1992).
Beberapa ciriya sebagai berikut :
a. Usaha matia2an untuk menghindari ketinggalan yang nyata
atau khayalan.
b. Pola hubungan interpersonal tidak stabil dan kuat yang ditandai
perubahan antara berbagai ekstrim2 idealiasi dan devaluasi
c. Gangguan identitas : citra atau perasaan diri sendiri yang tidak stabil
secara jelas dan persisten
d. Impulsivitas pada minimal 2 bidang yang potensial membehayakan
diri sendiri. Misal berbelanja, seks, penyalahgunaan
zat, ngebut
e. Perilaku atau isyarat bunuh diri atau mutilasi diri
f. Perasaan kosong yang kronis
g. Kemarahan yang kuat dan tidak pada tempatnya atau
Kesulitan mengendalikan amarah
h. Paranoid
Tipe kepribadian tergantung juga ditandai dengan perilaku yang pasif dan tidak berambisi sejak anak-anak, remaja dan masa muda. Kegiatan yang dilakukannya cenderung didasari oleh ikut-ikutan karena diajak oleh temannya atau orang lain. Karena pasif dan tergantung, maka jika tidak ada teman yang mengajak, timbul pikiran yang optimistik, namun sukar melaksanakan kehendaknya, karena kurang memiliki inisiatif dan kreativitas untuk menghadapi hal-hal yang nyata. Pada waktu sekolah mereka biasanya dikenal sebagai siswa yang pasif, tidak menonjol, banyak menyendiri, pergaulannya terbatas sehingga hampir-hampir tidak dikenal kawan sekelasnya. Begitu juga saat menjadi mahasiswa, biasanya serba lambat karena pasif sehingga masa studinya juga lambat. Dalam mencari pekerjaan orang tipe ini biasanya tergantung pada orang lain, sehingga masuk usia kerja juga lambat dan kariernya tidak menyolok. Dalam bekerja lebih senang jika diperintah, dipimpin dan diperhatikan oleh orang lain atau atasan, namun jika tidak ada perintah cenderung pasif seolah-olah tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dalam pergaulan sehari-hari mereka cenderung menunggu ajakan teman namun sesudah akrab sulit melupakan jasa baik temannya.
Dalam kehidupan perkawinan, karena orang pasif biasanya menikah terlambat dan memilih istri atau suami yang dominan, maka dalam kehidupan keluarga biasanya akur, akrab, tentram tidak banyak protes, pokoknya mengikuti kehendak suami atau istri. Pada saat pensiun mereka dengan senang hati menerima pensiun dan dapat menikmati hari tuanya. Masalah akan timbul jika pasangan hidupnya meninggal duluan. Kejadian tersebut seringkali mengakibatkan mereka menjadi merana dan kadang-kadang juga cepat menyusul, karena kehilangan pasangan merupakan beban yang amat berat sehingga mengalami stress yang berat dan sangat menderita.
»Kepribadian Antisosial (psikopat/sosiopat)
ciri-cirinya: kekurangan perhatian mengenai baik dan buruk, tingkah laku manipulatif (buruk): bohong, mencuri, menipu, kacau balau, menggunakan obat2an dan alkohol, menghindari tanggung jawab keluarga dan pekerjaan, bertingkah laku secara impulsif, agresif, dan sembrono, dan tidak menunjukkan penyesalan atas tingkah laku yg tidak sesuai tsb.
Dari beberapa jenis gangguan kepribadian, kepribadian antisosial atau psikopath agaknya yang paling sering dikaji dan diagnosisnya paling handal. Para penderita umumnya hanya sedikit sekali mempunyai tanggung jawab, moralitas, dan perhatian kepada orang lain. Perilaku mereka hampir seluruhnya ditentukan oleh kepentingan mereka sendiri. Mereka tidak terbiasa menggunakam hati nuraninya. Jika pada orang yang normal menyadari bahwa seuatu “kesenangan” pada usia muda terkadang harus bisa tunda untuk kepentingan oran lain, maka tidak demikian halnya dengan penderita psikopath, yang cenderung hanya memperhatikan kemauannya sendiri. Perilakunya impulsive, segera memuaskan keinginannya, dan tidak dapat menahan frustasi (atkinson dkk;1992).
Kepribadian anti sosial sebenarnya merupakan istilah yang tidak tepat, karena cirri-ciri penderitanya tidak mengambarkan perilaku atau yindakan anti sosial. Perilaku anti sosial disebabkan oleh beberapa hal, termasuk didalamnya menjadi anggota gang atau tindakan criminal, kebutuhan akan status dan perhatian, hilangnya kotak dengan realita dan ketidak mampuan mengendalikan impuls. Kebanyakkan kenakalan remaja yang disertai dengan kriminalitas berkaitan denag kepentingan keluarga (ekonomi) atau kepentingan kelompok (gang). Sementara pada kepribadian sosial hampir tidak berprasaan dan agaknya tidak merasa bersalah dan mau menyesalinya meki tinadakan yang mereka lakukan menyakitkan oran lain (Atkinson dkk;1992).
Dua ciri yan paling umum penderita kepribadian sosial adalah tidak dimilikinya rasa cinta ( empati kurang, tidak setia) dan perasaan bersalah atau guilty feeling ( Atkinson dkk;1992 ).
Sedangkan ciri lainnya :
a. Gagal mematuhi norma2 sosial/ hukum sosial
b. Ketidakjujuran berulang yang ditujukan dengan menggunakan
nama samaran, menipu orang lain untuk memperoleh keuntungan atau
kesenengan pribadi.
c. Impulsivitas atai tidak mampu merencanakan masa depan
d. Iritabilitas atau agresivitas yang ditunjukkan misalnya
dengan perkelahian fisik
e. Sembrono terhadap keselamatan diri dan orang lain
f. Tidak bertanggungjawab seperti kegagalan berulang-kali
mempertahankan perilaku kerja atau menghormati kewajiban
finansial
e. Tidak adanya penyesalan yang ditunjukkan dengan sikap
acuh tak acuh atau mencari-cari alasan telah disakiti, dianiaya,
dicuri, oleh orang lain.
f. kekurangan perhatian mengenai baik dan buruk
g. tingkah laku manipulatif (buruk): bohong, mencuri, menipu, kacau balau, menggunakan obat2an dan alkohol, menghindari tanggung jawab keluarga dan pekerjaan
h. agresif.
GANGGUAN PENYALAH GUNAAN OBAT DAN ALKOHOLISME.
Sebelum membahas gangguan penyalah gunaan obat dan gangguan alkoholisme, ada baiknya kita bahas terlebih dahulu adiksi dan habituasi yang akan banyak terjadi pada penderita penyalah gunaan obat dan alkoholisme.
Adiksi dan Habituasi
Adiksi atau kecanduan / ketagihan adalah keadaan tergantung secara fisik pada suatu jenis obat bius. Pada umumnya kecanduan tersebut akan menambah toleransi terhadap obat bius, ketergantungan fisik, dan ketergantungan psikologis ( chaplin;1995 ). Ketergantungan psikologis itulah yang disebut sebagai habituasi. Keadaan adiksi biasanay ditandai dengan toleransi, penambahan dosis secara terus-menerus untuk mendapatkan dampak yang sama, dan with drawal atau penarikan diri dari masyarakat apabila pemberian obat bius tersebut duhentikan ( atkinson dkk;chaplin;1995).
Habituasi (ketergantungan psikologis) mengacu kepada kebutuhan yang berkembang melalui belajar. Orang yang terbiasa menggunakan obat untuk meredakan kecemasannya dapat menjadi kecanduan pada obat tertentu, meski tidak terdapat adanya kebutuhan secara fisik. Misalnya para pemain sepakbola yang menggunakan obat-obatan tertentu untuk mengurangi rasa sakit akibat cedera kaki, akan ketagihan dalam pemakaian obat-obat tersebut meski ia tidak mengalami cedera lagi.
Baik adiksi ataupun habituasi tersebut dapat terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi alkohol, obat bius, dan narkotika (Atkinson dkk., 1992)
1. Penyalahgunaan Obat (Drug Abuse)
Menurut Chaplin (1995) penyalahgunaan obat (dalam hal ini adalah obat bius) adalah menggunakan obat bius sampai derajat sedemikian rupa, sehingga mengakibatkan rusaknya kemampuan penyesuaian diri secara sosial, kesehatan secara fisik dan mental. Sementara kecanduan obat bius (drug addiction) adalah penggunaan obat bius sebagai kebiasaan yang disertai dengan ketergantungan psikologis dan fisiologis.
2. Penggolongan Obat Bius
Obat bius biasanya digolongkan dalam beberapa bagian : Obat Penawar, Opiate Narcotics, Stimulans, Obat Penenang dan Halusinogen. Penggolongan obat bius yang disertai dengan pengaruh yang ditimbulkan bagi penggunanya akan dibahas berikut ini (Chaplin, 1995).
Obat Penawar
Obat penawar mencakup alkohol, barbiturate/obat tidur bius (phenobarbital, nembutal, seconal), hidrat khloral dan bromidal. Secara medis obat penawar ini digunakan untuk merangsang istirahat, relaksasi tidur, mengurangi/menghilangkan kecemasan, dan meregakan kejang-kejang atau ketegangan. Ketergantungan penderita dapat secara fisiologis maupun psikologis disertai konsumsi yang makin parah, sehinggan menyebabkan toleransi dan ketergantungan silang dengan obat-obatan lain yang sejenis, serta adanya dampak potensial (potensial effect), yang ditandai dengan satu jenis obat bius justru akan menonjolkan pengaruh pada obat bius lainnya yang sejenis.
Opiate Narcotics
Opiate Narcotics mencakup obat bius seperti candu/ opium, morfin, kodein, serta obat sintesis seperti demerol dan methadon. Obat bius jenis ini dapat menimbulkan keadaan euforia (perasaan senang dan keenakan), rasa muak, rasa kantuk, apati, dan letargi (kelesuan). Secara medis obat jenis morfin, kodein dan demerol dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit.
Pemakaian opiat yang berulang dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Kecepatan terjadinya toleransi bergantung pada pemakaiannya. Pada pemakaian yang terus menerus dalam dosis yang tinggi, toleransi akan terjadi dengan cepat. Penghentian pemakaian akan menyebabkan rasa sakit atau "sakaw" yang luar biasa karena gejala putus obat.
Putauw/Heroin
Heroin dapat menekan kegiatan sistim syaraf pusat, memperlambat detak jantung, memperbesar pembuluh darah tertentu. Orang yang baru menggunakan heroin sering mengalami mual-mual, muntah, pusing dan gatal-gatal. Dampak psikologisnya antara lain : perasaan senang, tegang dan keinginan bersukaria. Toleransi terhadap zat ini akan terjadi dengan cepat sehinggi dibutuhkan dosis yang semakin tinggi. Gejala putus obat atau penghentian diikuti rasa sakit luar biasa.
Kokain
Efek fisioligisnya : percepatan detak jantung, darah tinggi, suhu tubuh meningkat, bola mata mengecil, terbius sesaat, nafsu makan hilang serta susah tidur. Pemakaian dalam waktu lama menyebabkan kelelahan, masalah pencernaan, detak jantung tidak teratur. Efek psikologisnya : menimbulkan rasa gembira, terangsang, bertambah tenaga, meningkatkan percaya diri dan mencapai perasaan sukses. Efek menyenangkan yang hebat hanya berlangsung sekitar 20 menit dan langsung diikuti efek tidak menyenangkan sesudahnya meliputi perasaan depresi dan kelelehan. Akibatnya pemakai ingin menggunakannya secara terus menerus. Pemakaian berulang mengakibatkan kegelisahan, perasaan terlalu gembira, tegang, paranoid.
Ganja/cannabis
Efek yang ditimbulkan sangat tergantung pada jumlah pemakaian, kepribadian dan harapan pemakai serta situasi sekitar. Beberapa efek yang biasa terjadi : gembira, meningkatkan percaya diri, perasaan santai, sangat peka terhadap warna dan suara, mengurangi kemampuan konsentrasi dan daya tangkap, penglihatan menjadi kabur, berkurangnya sirkulasi darah ke jantung. Penggunaan dosis tinggi bisa mengakibatkan rasa panik dan paranoid dan halusinasi
Ketergantungan psikologis pada pecandu obat-obatan jenis ini akan menjadi amat kuat dan sukar untuk disembuhkan. Sementara ketergantungan secara fisiologis paling kuat pengaruhnya adalah dari jenis heroin, yang berdampak terhadap masalah sosial yang serius (pengasingan diri).
MDMA / Ecstacy (turunan Amphetamin)
Efek terhadap tubuh : berkeringat banyak, mulut kering. Rasa haus, rahang kaku, tekanan darah tinggi, detak jantung dan suhu tubuh meningkat, mata berair, kelebihan tenaga dan kurang nafsu makan. Efek psikologisnya : gembira, energik. Penyalahgunaan ecstacy meningkatkan risiko komplikasi pada pemakai yang memiliki tekanan darah tinggi, penyakit jantung, asma, diabetes, ayan dan gangguan jiwa. Bila digunakan dalam dosis tinggi dapat menimbulkan pengaruh fisiologis seperti detak jantung dan tekanan darah meningkat. Mulut kering, berkeringat. Dampak psikologisnya adalah suasana hati mudah berubah, gelisah, mudah marah, bingung, dan tegang. Akibatnya pemakai menjadi paranoid dan bersikap curiga tidak pada tempatnya, mengkhayal, dan berhalusinasi. Hal ini bisa mengakibatkan gangguan jiwa. Bila pemakaian amphetamin dihentikan, pemakai akan mengalami depresi, merasa lelah, bosan, dan sering lapar. Dosis pemakaian terus meningkat sehingga untuk mencapai efek yang diinginkan bisa seratus kali lebih banyak daripada awal penggunaannya. SedativaSedativa, termasuk berbagai obat penenenang dan obat tidur, mengurangi fungsi sistem syaraf pusat. Sedativa dapat menyebabkan koma, bahkan kematian bila dipakai melebihi takaran. Efek lain adalah terganggunya ingatan atau memori dan kemampuan berbicara, bahkan bisa menyebabkan kecatatan. Gejala putus obatnya bisa lebih serius daripada heroin.Shabu-shabuEfek shabu-shabu bermacam-macam tergantung pada kondisi kejiwaan pemakai sebelum menggunakan. Umumnya kepercayaan diri meningkat setelah mengggunakan. Akibatnya pemakai bisa bertindak ganas, agresif dan tingkah lakunya brutal.TembakauTembakau biasa digunakan dalam bentuk rokok yang mengandung berbagai zat berbahaya seperti nikotin, tar, dll. Efek dari nikotin adalah meningkatkan daya kerja jantung, tekanan darah, dan meningkatkan risiko penyakit paru-paru, kanker mulut dan tenggorokan, stroke, jantung.
Stimulans
Stimulans (obat perangsang) yang paling umum digunakan adalah nikotin, kafein, amphetamine (benzedrine, dexedrine, dan mathadrine), dan kokain. Nikotin (pada tembakau)? Dan kafein (pada kopi dan teh) dipakai secara umum dan luas oleh masyarakat. Beberapa ahli berpendapat bahwa tingkat ketergantungan pada nikotin dan kafein terdapat pada para pecandu obat-obatan lain jenis ini.
Amphetamine banyak digunakan untuk mengobati narkolepsi, depresi, obesitas, dan anak hiperaktif. Obat ini memiliki efek menenangkan, menekan atau menghilangkan rasa lapar (bagi kegemukan), bertambahnya kesiagaan, insomnia, dan euforia. Penggunaan secara kronis akan memberikan efek lekas tersinggung dan marah, berkurangnya bobot badan, agitasi (mudah gelisah, bingung, bergejolak, dan terhasut) reaksi paranoid, dan pengasingan diri.
Obat Penenang (Tranquilizers)
Obat penenang mencakup perantara anti psikotik (chloromazine, reserpine, dan garam lithium) dan obat anti kecemasan (valium, miltown dan equanil). Obat jenis ini berfungsi untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan, menekan delusi dan halusinasi, dan menyembuhkan gejala-gejala psikosis. Obat jenis ini banyak digunakan di RSJ, dan dalam taraf yang ringan digunakan juga di masyarakat luas dengan dokter bagi penderita gejala psikosis yang masih ringan.
Halusinogen ( Psyhedelics)
Halusinogen mencakup LSD (Lysergic acid Diethymide), mescaline (dari kaktus peyote), psilocybin (dari jamur Mexico), hashish (dari rami-rami Indian), dan marijuana (dari Canabis sativa). Obat halusinogen dapat menimbulkan atau mempertinggi gambaran-gambaran visual, meningkatkan kesadaran sensoris dan kecemasan, terganggunya koordinasi, dalam beberapa kasus menimbulkan perasaan yang tergantung. Secara medis penggunaan obat ini hanya untuk penelitian eksperimen belaka. Sementara pada masyarakat luas, karena kemudahan diperolehnya menyebabkan penggunaannya tidak dapat dikendalikan, terutama dari jenis marujiana, yang dapat menimbulkan reaksi mirip psikosis berupa halusinasi.
3. Alkoholisme
Alkoholisme dapat diartikan sebagai kekacauan dan kerusak kepribadian yang disebabkan karena nafsu untuk minum yang bersifat kompulsif, sehingga penderita akan minum minuman beralkohol secara berlebihan dan dijadikan kebiasaan (Chaplin, 1995). Pengertian alkoholisme tersebut juga mencakup tidak dapat dikendalikan kemampuan berpantang atau adanya perasaan tidak dapat hidup tanpa minum (Atkinson dkk., 1992).
Efek penggunaan alkohol tergantung dari jumlah yang dikonsumsi, ukuran fisik pemakai dan kepribadiannya. Alkohol dapat mempengaruhi koordinasi anggota tubuh, akal sehat, tingkat energi, dorongan seksual dan nafsu makan. Putus zat dapat mengakibatkan gejala-gejala seperti : hiperaktif, berkeringat, darah tinggi dan tangan gemetar (tremor)
4. Tahapan dalam Alkoholisme
Penderita alkoholisme umumnya melewati 4 tahap yang meliputi : Pra Alkoholik, Prodormal, Gawat, Kronis (Atkinson dkk., 1992).
a. Pra Alkoholik
Pada tahap ini individu minum-minum bersama-sama teman sebayanya dan terkadang minum agak banyak untuk meredakan ketegangan dan melupakan masalah yang dialaminya. Minum dalam jumlah yang banyak makin sering, dan pada saat mencapai kemelut, individu tersebut menambah jumlah minumannya untuk mendapatkan pengaruh alkohol yang dianggapnya membantu.
b. Prodormal
Pada tahap ini individu minum secara sembunyi-sembunyi. Ia masih tetap sadar dan relatif koheren tetapi kemudian tidak lagi dapat mengingat kejadian0kejadian yang pernah dialaminya. Ia merasa asyik dengan minuman keras dan menyesalkan hal itu, tetapi selalu gelisah kapan dan dimana ia akan memperoleh minuman berikutnya.
c. Gawat
Pada tahap ini, semua kendali hilang. Penderita akan minum dan melanjutkannya sampai pingsan atau sakit. Pergaulan sosial menjadi makin buruk dan ia terang-terangan melakukannya di hadapan keluarga, teman-teman atau di kantor. Penderita pada tahap ini mulai minum pada pagi hari, lalu minum terus menerus sampai berhari-hari tanpa mengindahkan aturan makannya. Sewaktu-waktu ia dapat ” berpuasa minum” (selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan), akan tetapi begitu ia minum, maka pola keseluruhannya akan dimulainya lagi. Sebutan ”gawat” diberikan karena jika ia tidak mendapatkan pertolongan, maka ia akan beranjak menjadi pecandu alkohol yang kronis.
d.Kronis
Pada tahap ini hidup penderita hanya untuk minum, minum terus-menerus tanpa berhenti. Kondisi tubuhnya sudah terbiasa dengan alkohol, sehingga ia mengalami gejala-gejala penarikan diri tanpa alkohol dan gejala-gejala gangguan fisiologis. Orang ini sudah tidak memperhatikan penampilan diri dan hubungan sosialnya, sehingga hidupnya berkeliaran di jalan-jalan
PROBLEMA PENYALAHGUNAAN/KETERGANTUNGAN NARKOBA
Setiap hari dalam tahun-tahun terakhir ini orang telah dapat mendengar, membaca atau menyaksikan kasus-kasus penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA (istilah untuk bahan dan zat psikoaktif yang dapat menimbulkan adiksi bila disalahgunakan). Walaupun demikian, pengalaman klinis sehari-hari dalam menangani pasien-pasien yang mengidap penyakit tersebut menunjukkan bahwa masih banyak orang yang awam, tidak mengerti keseluruhan problema yang dihadapi, baik oleh penderita maupun oleh keluarganya; demikian juga pemahaman mengenai proses penyembuhannya : pasien biasanya memandang enteng penyakitnya ("ah, bukan sakit jiwa, hanya ganja, putao, minum alcohol", katanya), sedangkan orangtua/keluarga melihat dan merasakan pasien hanya mendatangkan kesulitan tiada habisnya, kadang-kadang menghabiskan puluhan bahkan ratusan juta rupiah; semua tidak memahami peran dan tanggung jawab masing-masing dalam proses penyembuhan penyakit Narkoba ini.
Artikel ini memang ditujukan untuk anggota masyarakat yang awam, karena itu ada baiknya dipaparkan bahan atau zat apa saja yang dimaksud (tergolong dalam klasifikasi) Napza/Narkoba. Ada istilah lain yang mempunyai pengertian yang sama dengan Napza/ Narkoba, yaitu "bahan adiktif" dan "bahan psikoaktif". Istilah untuk para pemakai atau pengguna pun ada beberapa yang dapat disebutkan disini : "pecandu" (kecanduan = ketergantungana candu/opium/madat), "addict" (drug addict = mereka yang ketergantungan obat/drug, heroin, ecstasy, pil tidur/penenang, dll).
Ketika problema terkait Napza ini mulai diantara pemuda - pemudi Indonesia sekitar tahun 1969, orang baru mengenal beberapa jenis saja Napza. Sejak itu sampai sekarang jenis Napza yang telah dikenal telah makin beragam dan dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Jenis Narkotika, meliputi :
a. opioida : morfin ("bo'at"), heroin (putao)
b. cannabinoid : ganja, marijuana, gelek, cimenng, gras. Buddha Stick (BS), hashish, THC.
c. Cocaine ("coke")
2. Jenis Alkohol : meliputi aneka ragam minuman beralkohol seperti bir, bir hitam/kucing, genuine beer,
whisky, brandy, vodka, mansion, cognac, XO, kamput, cap tikus, dan sebagainya.
3. Jenis Psikotropika : meliputi
a. obat2 Sedatif-Hipnotik (pil penenang dan pil tidur; pil "koplo") : Sedatin (BK), Nipam, Mogadon (MG),
Rohyp (Rohypnol, Rivo (Rivotril), Dumo (Dumolid), Nembutal (Yellow), MX (Mandrax), dan lain2.
b. Obat2/bahan Stimulansia : amfetamin (Amfet), MDMA (Inex, ecstasy), pil pelangsing (anti gemuk), caffeine
(kopi, coklat, puyer cap macan, the, coca cola, minuman penyegar), cocaine.
c. Obat2 Antihistamin : Antimo (anti mabok perjalanan), Napacin (anti-asthma), obat2 flu, dll.
d. Bahan2 Hallucinogen : menimbulkan halusinasi bila masuk ke dalam tubuh dan sampai ke otak, meliputi LSD
("acid"), jamur kotoran hewan ("mushroom"), Peyote, Mescaline, dan sebagainya.
e. Nicotine : dalam tembakau, rokok, cerutu, susur, Nicotine Chewing Gum.
f. Volatile Solvents (bahan pelarut yang mudah menguap) : ether, toluene, acetone, dll. Terdapat misalnya dalam
lem UHU, Aica Aibon.
Problema yang ditimbulkan :
1. Reaksi Obat : ini ditentukan oleh jenis obat/Napza yang digunakan, tetapi umumnya ada satu efek yang sama
yang menjadi tujuan pemakai, yaitu efek "euphoria" (eforia), suatu kenikmatan yang terdiri dari rasa senang yang
intensitasnya lebih tinggi dibandingkan kesenangan yang biasa/normal. Selain itu terdapat juga efek2 lain seperti
- keadaan tenang, santai, ngantuk yang terlihat pada pemakai obat2/bahan yang bersifat menekan susunan saraf
pusat.
- Keadaan segar/lincah/aktif ("on") : pada pemakai Stimulansia
- Napsu makan bertambah besar : pemakaian kanabis/ganja
- Keyakinan (rasa percaya diri) yang meningkat/mantap : pada pemakaian sedatif maupun stimulansia.
Seorang siswa/siswi mungkin tertidur/mengantuk di dalam kelas ketika mengikuti pelajaran di sekolah. Seorang perawat tertidur di salah satu kamar kosong di rumah sakit sesudah menghirup sejenis obat bius yang biasa digunakan untuk membius pasien yang akan dioperasi. Seorang sopir bus yang mengendarai kendaraannya sesudah meminum pil BK akan berperilaku ugal-ugalan, ngebut, dan menyebabkan kecelakaan di jalan raya.
2. Intoxikasi/Keracunan/Overdosis : umumnya, dosis Napza yang digunakan oleh pecandu tidak menuruti aturan kedokteran yang sudah ditetapkan, seringkali dalam dosis berlebihan, bahkan tidak jarang (pada pemakai yang sudah kronis) dosis yang tergolong dosis toxik (dosis yang secara normal sudah menimbulkan keracunan). Pada pemakai kronis, keracunan tidak timbul karena tubuhnya sudah mengalami "toleransi" (dapat menerima, tolerant, dosis tinggi tanpa mengalami intoxikasi. Keadaan kelebihan dosis (OD; Overdosis) dengan gejala yang mengancam nyawa dapat dijumpai pada pemakai yang belum berpengalaman yang karena terdorong oleh semangat ingin dibilang "jago"/hebat, menggunakan Napza dalam dosis tinggi dan melebihi takaran yang seharusnya. OD dapat juga dijumpai pada pemakai yang baru saja lepas perawatan, baru saja menjalani "detoxifikasi", sehingga toleransi tubuhnya sudah berkurang, yang tidak menyadari penurunan toleransi itu dan menggunakan dosis (tinggi) seperti sebelum detoxifikasi. Gejala2 intoxikasi/overdosis tergantung juga pada jenis Napza yang digunakan :
- stimulansia menimbulkan kegelisahan, tak bisa tidur, kadang2 agitasi (ngamuk)
- bahan sedatif-hipnotik menyebabkan coma, melemahnya/melambatnya pernapasan sampai kematian karena berhentinya denyut jantung atau pernapasan
keadaan intoxikasi sering dijumpai pada Ruang/Unit Gawat Darurat (ER = Emergency Room) di rumah sakit. Keadaan ini harus diatasi paling dulu sebelum pasien dapat menjalani detoxifikasi atau rehabilitasi selanjutnya untuk menyembuhkannya secara tuntas.
3. Komplikasi Medis : hepatitis, AIDS, kerusakan katup jantung, penyakit kelamin, penyakit infeksi (kulit, paru, TBC) dan sebagainya.
4. Keadaan/Gejala Lepas Zat (Withdrawal State; Gejala Abstinensia) : "sakauw"; "sugesti".
Bahan Napza dapat menimbulkan ketergantungan psikologis maupun fisik. Bila seorang pemakai telah mencapai taraf ketergantungan dan tidak mendapatkan lagi Napza yang biasa (sehari-hari) dipakainya, maka timbullah keadaan lepas zat (withdrawal state) yang gejalanya terdiri dari gejala fisik dan/atau psikologis, dan tergantung pada Napza yang digunakan. Napza jenis heroin (putao) menimbulkan gejala "sakauw" (sakit karena putao), keadaan abstinensia heroin; sedangkan ecstasy (stimulansia) menimbulkan keadaan lepas zat yang disebut "down". Pengobatan untuk keadaan lepas Napza ini disebut "Detoxifikasi", merupakan tahap penyembuhan yang harus dilalui setiap pasien sebelum ia dapat menjalani tahapan terapi/rehabilitasi lebih lanjut. Lama tahap detoxifikasi ini tergantung jenis Napza dan kepribadian pemakai. Yang sulit adalah mengatasi keadaan ketergantungan psikologis, sebab keadaan ini dapat disamakan dengan seseorang yang sedang/sudah jatuh cinta; tidak jarang orang tidak dapat melupakan kecintaannya itu, bahkan sampai saat menjelang kematiannya sekalipun. Pada individu yang mengalami ketargantungan putao/heroin, ketergantungan psikologis terhadap PT itu menyebabkan ia masih sering kena "sugesti" sesudah gejala2 sakao (ketergantungan fisik) dapat diatasi (sembuh). Keberhasilan detoxifikasi menentukan sukses tidaknya penyembuhan dari ketergantungan Napza.
5. Problema/Gejala Gangguan/Ciri Kepribadian : Tidak jarang kepribadian (karakter, watak) individu yang terlibat Napza menunjukkan sudah patologis/menyimpang sebelum ia menggunakan suatu Napza; ada yang dinamakan "kepribadian risiko tinggi" (rawan) atau "kepribadian adiktif" : tidak jarang pasien ini beralih dari perilaku ketergantungan yang satu kepada perilaku ketergantungan lainnya yang sama2 tergolong adiktif (addictive behavior); dari ketergantungan nicotine/tembakau atau alcohol beralih ke perilaku "bulimia" (makan berlebihan, sampai kegemukan) atau perilaku suka judi (gambling). Dari PT (putao) ke ecstasy atau ganja dan alcohol, dan sebagainya. Dalam riwayat (perjalanan penyakit) ketergantungan Napza (terutama heroin), biasanya kepribadian pasien mengalami perubahan juga kearah antisocial (kriminal, psikopatik), menjadi individu yang banyak berbohong, "cipoa", tidak segan menipu orang (bahkan orangtuanya atau pacarnya sekalipun). Lama2 suka mencuri, dan akhirnya merapok pun dilakukannya, atau perilaku kekerasan lainnya. Sering pecandu putao/heroin terlibat dalam pengedaran (penjualan) bahan terlarang itu sebagai konsekwensi logis kebiasaanya itu (perlu uang banyak, perlu stock putao yang cukup/terjamin; sambil memakai, ia menjual juga putao). Sesudah keadaan intoxifikasi, keadaan lepas Napza dan macam2 komplikasi medis pasien dapat diatasi, maka problema kepribadian inilah yang biasanya muncul ke permukaan dan harus ditanggulangi; hal ini sering tidak dimengerti oleh keluarga yang menganggap bahwa pasien sudah sembuh kalau sudah dibebaskan dari efek2 Napza yang dipakainya. Untuk mendapatkan kesembuhan yang tuntas maka harus diusahakan perubahan dalam kepribadian individu (misalnya : sifat tidak dewasa menjadi cirri dewasa, dan sebagainya). Untuk inilah diperlukan pendekatan tersendiri yang unik bagi masing2 pasien, tidak ada pendekatan yang berlaku sama bagi semua pasien. Yang satu cocok dengan pendekatan religius, yang lain perlu tangan besi seorang polisi, yang lain lagi perlu penanganan secarta kekeluargaan, dan sebagainya.
6. Problema Psikologis : Komplikasi psikologis antara lain adalah depresi (kemurungan jiwa), kecemasan (selalu cemas, takut, curiga) dan lainnya. Bahkan sebagian pasien memikirkan untuk menghabiskan nyawanya agar ia tidak menderita lebih lama lagi. Komplikasi kejiwaan ini harus juga diperhatikan dalam penanganan pasien untuk mencapai kesembuhan tuntas, sebab kedaan jiwa yang terganggu (komplikasi psikologis) dapat membuat kambuh perilaku penggunaan Napza lagi.
7. Problema (komplikasi) Sosial : ketergantungan Napza sering disertai oleh kehidupan social yang tidak wajar. Karena menyadari ketidak-wajaran itu seorang pecandu dapat merasa dirinya "lain" dalam lingkungan sosialnya, tidak berani atau merasa rendah diri, kurang PD dalam bergaulan dalam lingkungan social yang biasa. Mereka akhirnya berkelompok dengan sesama pemakai, terpisah (memisahkan diri) dari lingkungan pergaulan yang wajar, terlibat dalam aktivitas "bawah tanah", kriminal atau menyimpang. Di setiap kota besar, sekian persen, banyak kejahatan dilakukan oleh pecandu heroin/alcohol; demikian juga sekian persen kecelakaan lalu lintas terjadi sebagai akibat sopir sedang berada dibawah pengaruh salah satu Napza tertentu (Nipam, misalnya). Sebaliknya, penyalahgunaan dan ketergantungan Napza (problema "drugs") biasanya timbul dalam lingkungan social yang kacau ("chaos"; seperti dalam masa perang, Perang Vietnam, Perang Iran-Irak, dll) atau dalam mana tidak terdapat kejelasan mengenai peran individu, adanya kebingungan dalam mencapai sesuatu tujuan hidup, dan sebagainya. Tidak jarang seorang pecandu Napza tidak dapat meninggalkan lingkungan sosialnya walaupun telah dibebaskan dari efek Napza yang dipakainya, karena kehidupannya telah terjalin secara sangat erat dalam lingkungan sosial tersebut sehingga akhirnya ia terlibat lagi dalam penyalahgunaan Napza itu. Pasien harus mempunyai keberanian yang cukup besar dan keluarga harus memberi dukungan yang memadai agar pasien dapat melepaskan diri dari lingkungan sosial patologis (tak wajar, sakit) yang selama ini telah dijalaninya.
8. Problema Pendidikan (School Problems)
9. Problema Legal (Kriminal)
10. Problema Keluarga) : adanya seorang anggota keluarga yang terlibat penggunaan Napza menyebabkan kehidupan keluarga terasa tidak nyaman dan penuh ketegangan atau kemurungan disamping rasa saling curiga. Ada orangtua yang memutuskan hubungan keluarga dengan anaknya yang demikian. Problema diantara orangtua sendiri menjadi lebih parah dengan diketahuinya bahwa salah seorang anak ternyata menderita ketergantungan Napza, suami dan isteri saling menyalahkan, ribut besar. Dan banyak lagi kasus2 problema keluarga. Untuk inilah tidak jarang diperlukan Terapi Keluarga (Family Therapy).
11. Problema Nasional : sampai suatu taraf tertentu, wabah penyalahgunaan Napza dapat mengancam keamanan suatu negara, suatu bangsa, sehingga harus dinyatakan sebagai problema nasional dan melibatkan seluruh unsure pemerintahan untuk meanggulanginya.
12. Problema Internasional : kerja sama atau hubungan antar negara dapat menjadi tegang dan terputus karena lalu lintas perdagangan gelap (penyelundupan) sesuatu bahan Napza dari/ke suatu negara. Tuntutan untuk menghapuskan tanaman candu pada suatu negara harus disertai dengan bantuan pada negara itu untuk mengalihkan sumber penghasilannya agar rakyatnya tetap memperoleh kesejahteraan yang diinginkan. Karena itu seluruh dunia sebetulnya perlu bekerja sama dalam penanggulangan masalah Napza ini.
Bahaya Penyalahgunaan NAPZA
1. Berbahayakah penyalahgunaan NAPZA?
Semua jenis obat dan zat dapat membahayakan tubuh bila digunakan tidak sesuai dengan aturan pemakaiannya. Efek obat akan sangat tergantung pada berbagai faktor yang saling berinteraksi. Seberapa besar efeknya bagi tubuh tergantung pada jenis obat yang digunakan, berapa banyak dan sering digunakan, bagaimana cara menggunakan obat itu, dan apakah digunakan bersama obat lain. Efek obat terhadap tubuh manusia juga tergantung dari berbagai faktor psikologis seperti kepribadian, harapan atau perasaan saat memakai, dan faktor biologis seperti berat badan, kecenderungan alergi, dll. Secara fisiologis organ tubuh yang paling banyak dipengaruhi adalah sistem syaraf pusat (SSP) , termasuk otak dan sumsum belakang organ-organ otonom seperti jantung, paru-paru, hati, ginjal, dan pancaindera. Kerusakan pada organ-organ tubuh itu menghilangkan dan merusak fungsi-fungsi tubuh pemakai sebagai manusia normal, sehingga selanjutnya pemakai tidak dapat lagi hidup normal.
NAPZA membahayakan hidup pemakai sendiri maupun orang lain. Bagi pemakai, selain tidak dapat hidup normal, ia juga bisa menghadapi kematian karena overdosis atau penyakit lain. Para pemakai NAPZA biasanya juga menjadi beban bagi orang-orang lain di sekitarnya mulai dari keluarganya sendiri sampai masyarakat luas.
atas^
________________________________________
2. Apa akibat penyalahgunaan NAPZA
Orang yang menyalahgunakan NAPZA - disebut pengguna obat - biasanya tidak dapat hidup normal. Penyalahgunaan obat menciptakan ketergantungan fisik maupun psikologis pada tingkat yang berbeda-beda. Ketergantungan atau kecanduan menyebabkan pengguna tidak dapat hidup tanpa obat. Ketergantungan dimulai ketika orang dengan sadar memilih untuk menyalahgunakan obat. Ketergantungan bukan hanya berarti memakai obat secara berlebih. Ketergantungan disebabkan efek obat pada kerja dan metabolisme otak yang merubah penyalahgunaan menjadi ketergantungan akan obat dan sebuah penyakit kronis.
Ketergantungan fisik menyebabkan timbulnya rasa sakit luar biasa bila ada usaha untuk mengurangi pemakaiannya atau bila pemakaian akan dihentikan. Ketergantungan secara psikologis menimbulkan tingkah laku yang kompulsif (berkeras, ngotot) untuk memperoleh obat-obatan tersebut Ketergantungan ini menyebabkan perilaku orang tersebut menjadi aneh dan kadang-kadang tak terkendali.
Keadaan ini semakin buruk manakala tubuh sang pemakai menjadi kebal, sehingga kebutuhan tubuh akan zat yang biasa dipakainya tersebut meningkat untuk dapat sampai pada efek yang sama "tingginya" (disebut toleransi). Dosis yang tinggi dan pemakaian yang sering diperlukan untuk menenangkan keinginan yang besar. Semakin tinggi dosis dan semakin sering pemakaian, semakin besar kemungkinan pemakai mengalami over dosis (takaran melebihi kemampuan tubuh menerimanya) yang menyebabkan kematian.
Cara termudah mencegah kematian akibat NAPZA, adalah tidak mulai menggunakannya sama sekali !
Sekali pemakai kecanduan, ia akan memiliki ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan psikologis bisa berlangsung seumur hidup! Ketergantungan psikologis sangat sulit dikurangi dan dihentikan.
Mencegah adalah usaha terbaik ! Mencegah jauh lebih mudah dan murah daripada mengobati.
atas^
________________________________________
3. Lalu, apa saja bahayanya?
Penyalahgunaan NAPZA menimbulkan berbagai perasaan enak, nikmat, senang, bahagia, tenang dan nyaman pada pemakainya. Tetapi perasaan positif ini hanya berlangsung sementara, yaitu selama zat bereaksi dalam tubuh. Begitu efek NAPZA habis, yang terjadi adalah justru rasa sakit dan tidak nyaman sehingga pemakai merasa perlu menggunakannnya lagi. Hal ini terus berulang sampai pemakai menjadi tergantung. Ketergantungan pada NAPZA inilah yang mengakibatkan berbagai dampak negatif dan berbahaya, baik secara fisik, psikologis maupun sosial.
Dampak Fisik
Efek NAPZA bagi tubuh tergantung pada jenis NAPZA, jumlah dan frekuensi pemakaian, cara menggunakan serta apakah digunakan bersamaan dengan obat lain, faktor psikologis (kepribadian, harapan dan perasaan saat memakai) dan faktor biologis (berat badan, kecenderungan alergi, dll)
Secara fisik organ tubuh yang paling banyak dipengaruhi adalah sistim syaraf pusat yaitu otak dan sum-sum tulang belakang, organ-organ otonom (jantung, paru, hati, ginjal) dan pancaindera (karena yang dipengaruhi adlah susunan syaraf pusat). Pada dasarnya penyalahgunaan NAPZA akan mengakibatkan komplikasi pada seluruh organ tubuh, yaitu :
Gangguan pada sistim syaraf (neurologis) seperti kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi
Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti infeksi akut otot jantung, ganguan peredaran darah
Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti : pernanahan, bekas suntikan, alergi
Gangguan pada paru-paru seperti : penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru, penggumpulan benda asing yang terhirup
Gangguan pada darah : pembentukan sel darah terganggu
Gangguan pencernaan (gastrointestinal) : mencret, radang lambung & kelenjar ludah perut, hepatitis, perlemakan hati, pengerasan dan pengecilan hati
Gangguan sistim reproduksi seperti gangguan fungsi seksual sampai kemandulan, gangguan fungsi reproduksi, ketidakteraturan menstruasi, cacat bawaan pada janin yang dikandung
Gangguan pada otot dan tulang seperti peradangan otot akut, penurunan fungsi otot (akibat alcohol)
Dapat terinveksi virus Hepatisit B dan C, serta HIV akibat pemakaian jarum suntik bersama-sama. Saat ini terbukti salah satu sebab utama penyebaran HIV/AIDS yang pesat, terjadi melalui pertukaran jarum suntik di kalangan pengguna NAPZA suntik (Injecting Drug Users)
Kematian. Sudah terlalu banyak kasus kematian terjadi akibat pemakaian NAPZA, terutama karena pemakaian berlebih (over dosis) dan kematian karena AIDS dan penyakit lainnya.
Dampak psikologis atau kejiwaan
Ketergantungan fisik dan psikologis kadangkala sulit dibedakan, karena pada akhirnya ketergantungan psikologis lebih mempengaruhi. Ketergantungan pada NAPZA menyebabkan orang tidak lagi dapat berpikir dan berperilaku normal. Perasaan, pikiran dan perilakunya dipengaruhi oleh zat yang dipakainya. Berbagai gangguan psikhis atau kejiwaan yang sering dialami oleh mereka yang menyalahgunakan NAPZA antara lain depresi, paranoid, percobaan bunuh diri, melakukan tindak kekerasan, dll. Gangguan kejiwaaan ini bisa bersifat sementara tetapi juga bisa permanen karena kadar kergantungan pada NAPZA yang semakin tinggi. Gangguan psikologis paling nyata ketika pengguna berada pada tahap compulsif yaitu berkeinginan sangat kuat dan hampir tidak bisa mengendalikan dorongan untuk menggunakan NAPZA. Dorongan psikologis memakai dan memakai ulang ini sangat nyata pada pemakai yang sudah kecanduan.
Banyak pengguna sudah mempunyai masalah psikologis sebelum memakai NAPZA dan penyalahgunaan NAPZA menjadi pelarian atau usaha mengatasi masalahnya. NAPZA tertentu justru memperkuat perasaan depresi pada pengguna tertentu. Demikian pula ketika mereka gagal untuk berhenti. Depresi juga akan dialami karena sikap dan perlakukan negatif masyarakat terhadap para pengguna NAPZA. Gejala-gejala psikologis yang biasa dialami para pengguna NAPZA adalah :
Intoksikasi (keracunan), adalah suatu keadaan ketika zat-zat yang digunakan sudah mulai meracuni darah pemakai dan mempengaruhi perilaku pemakai, misalnya tidak lagi bisa berbicara normal, berpikir lambat dll. Perilaku orang mabuk adalah salah satu bentuk intoksikasi NAPZA.
Toleransi, yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa seseorang membutuhkan jumlah zat yang lebih banyak untuk memperoleh efek yang sama setelah pemakaian berulang kali. Dalam jangka waktu lama, jumlah atau dosis yang digunakan akan meningkat. Toleransi akan hilang jika gejala putus obat hilang.
Gejala Putus Obat (withdrawal syndrome) adalah keadaan dimana pemakai mengalami berbagai gangguan fisik dan psikis karena tidak memperoleh zat yang biasa ia pakai. Gejalanya antara lain gelisah, berkeringat, kesakitan, mual-mual. Gejala putus obat menunjukkan bahwa tubuh membutuhkan zat atau bahan yang biasa dipakai. Gejala putus obat akan hilang ketika kebutuhan akan zat dipenuhi kembali atau bila pemakai sudah terbebas sama sekali dari ketergantungan pada zat/obat tertentu. Menangani gejala putus obat bukan berarti menangani ketergantungannya pada obat. Gejala putus obatnya selesai, belum tentu ketergantungannya pada obatpun selesai.
Ketergantungan (dependensi), adalah keadaan dimana seseorang selalu membutuhkan zat/obat tertentu agar dapat berfungsi secara wajar baik fisik maupun psikologis. Pemakai tidak lagi bisa hidup wajar tanpa zat/obat-obatan tersebut.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Dampak sosial menyangkut kepentingan lingkungan masyarakat yang lebih luas di luar diri para pemakai itu sendiri. Lingkungan masyarakat adalah keluarga, sekolah, tempat tinggal, bahkan bangsa. Penyalahgunaan NAPZA yang semakin meluas merugikan masyarakat di berbagai aspek kehidupan mulai dari aspek kesehatan, sosial psikologis, hukum, ekonomi dsb.
Aspek Kesehatan. Dalam aspek kesehatan, pemakaian NAPZA sudah pasti menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan para pemakai. Tetapi penyalahgunaan NAPZA tidak hanya berakibat buruk pada diri para pemakai tetapi juga orang lain yang berhubungan dengan mereka. Pemakaian NAPZA melalui pemakaian jarum suntik bersama misalnya, telah terbukti menjadi salah satu penyebab meningkatnya secara drastis penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, selain penyakit lain seperti Hepatitis B dan C. Beberapa jenis NAPZA yang sangat popular saat ini seperti Putaw dan Shabu-shabu juga digunakan dengan cara menyuntikan ke dalam tubuh (disamping ditelan atau dihirup). Penggunaan NAPZA melalui jarum suntik bergantian adalah salah satu cara paling efisien untuk menularkan HIV/AIDS di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia, sampai saat ini. Sampai hari ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan atau mencegah AIDS. Sementara itu, data menunjukkan bahwa pengguna NAPZA dan mereka yang terkena AIDS melalui penggunan NAPZA (melalui jarum suntik dan seks tidak aman) adalah justru mereka yang berusia muda dan produktif. Apa yang akan terjadi pada bangsa ini bila sebagian penduduk mudanya yang produktifnya sakit dan meninggal karena NAPZA dan AIDS. Selanjutnya para pengguna NAPZA juga menyebarkan HIV melalui hubungan seksual dengan pasangan-pasangannya sehingga HIV juga cepat menyebar di dalam masyarakat luas.
Aspek Sosial dan Psikologis. Penyalahgunaan NAPZA cenderung mengakibatkan tekanan berat pada orang-orang terdekat pemakai seperti saudara, orang tua, kerabat, teman. Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil harus menanggung beban sosial dan psikologis terberat menangani anggota keluarga yang sudah terjerumus dalam penyalahgunaan NAPZA. Bisa dibayangkan masyarakat seperti apa yang akan tercipta, bila semakin lama semakin banyak keluarga dimana ada anggotanya pengguna NAPZA?
Aspek Hukum Dan Keamanan pun mau tidak mau berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak perilaku menyimpang seperti perkelahian, tawuran, kriminalitas, pencurian, perampokan, perilaku seks berisiko, dst. dipengaruhi atau bahkan dipicu oleh penggunaan NAPZA. Pemakai NAPZA seringkali tidak dapat mengendalikan diri dan bersikap sesuai dengan norma-norma umum masyarakat. Di lain pihak ketergantungan pada NAPZA seringkali mendorong pemakai untuk melakukan apa saja guna memenuhi kebutuhannya akan NAPZA, seperti mencuri dan merampok. Perilaku menyimpang ini jelas mengganggu ketenteraman dan kenyamanan masyarakat yang terkena imbas perilaku penyalahgunaan NAPZA, misalnya dengan terjadinya berbagai perilaku kriminal. Pemakai NAPZA yang sulit mengendalikan prikiran dan perilakunya juga mudah menyakiti (pada kasus-kasus tertentu bahkan membunuh) dirinya sendiri maupun orang lain.
Aspek Ekonomis. Aspek ekonomis dari penyalahgunaan NAPZA sudah sangat nyata yaitu semakin berkurangnya sumber daya manusia yang potensial dan produktif untuk membangun negara. Para pemakai NAPZA tidak membantu, tetapi justru menjadi beban bagi negara. Bukan hanya dalam bentuk ketiadaan tenaga dan sumbangan produktif, tetapi negara justru harus mengeluarkan biaya sangat besar untuk menanggulangi persoalan penyalahgunaan NAPZA. Perawatan dan penanganan para pemakai NAPZA tidaklah murah. Biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk kesehatan jelas meningkat dengan meningkatnya masalah kesehatan akibat pemakaian NAPZA. Memang sangatlah besar kerugian ekonomis dari penyalahgunaan NAPZA baik bagi individu, masyarakat maupun negara. Belum ditemukan satu penelitian yang khusus mengkaji dampak ekonomi penyalahgunaan NAPZA di Indonesia. Tetapi sebagaui acuan, dapat digunakan hasil penelitian yang dilakukan The Lewin Group for the National Institute on Drug Abuse and the National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism yang memperkirakan biaya ekonomi total untuk penyalahgunaan NAPZA di tahun 2000 sekitar $161 billion atau sekitar 14 triliun rupiah.
$110 billion atau sekitar 9,9 triliun rupiah untuk kehilangan produktivitas
$12.9 billion atau 1,1 triliun rupiah untuk biaya kesehatan
$35 billion atau 3,1 triliun rupiah untuk biaya pencegahan dan penanggulangan NAPZA
Biaya lain yang tak bisa diukur dengan uang seperti kematian anak, kesakitan, kelahiran anak cacat karena ibu pengguna, keterlantaran, dll.
Perkiraan biaya tersebut terus menerus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya antara lain karena meningkatnya epidemi HIV dan jumlah penyalahgunaan NAPZA dari tahun ke tahun. Penelitian ini juga menyatakan bahwa sebagian besar (46 persen) biaya harus ditanggung negara, dan sebagian lainnya (44 persen) ditanggung oleh pengguna dan anggota keluarganya. Keadaan seperti ini sangat mungkin juga menggambarkan situasi Indonesia.
Perkiraan biaya / kerugian negara meliputi :
Biaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA (upaya pencegahan, kontrol, penanganan oleh para penegak hukum)
Biaya kesehatan untuk perawatan dan biaya lain yang berkiatan dengan kesehatan: pengobatan dan perawatan penyakit akibat penyalahgunaan NAPZA maupun penyakit lain yang berkaitan seperti over-dosis, hepatitis B dan C, HIV/AIDS, penyakit jantung, dll.; perawatan dan rehabilitasi medis di rumah sakit dan pusat-pusat rehabilitasi, penanganan korban kekerasan akibat penyaklahgunaan NAPZA; Konseling dan penanganan psikologis,; asuransi kesehatan, dll.
Biaya-biaya yang berhubungan dengan kehilangan produktivitas (penghasilan negara): karena penyakit dan kematian dini; perawatan berkepanjangan dalam lembaga perawatan seperti rumah sakit atau pusat rehabilitasi, menjadi tahanan di penjara karena pelanggaran hukum. Pendeknya, hilangnya kemampuan berproduksi dari korban maupun pelaku kekerasan akibat penggunaan NAPZA
Biaya sosial lain seperti kriminalitas, kekerasan, dan gangguan kesejahteraan sosial. Lebih dari setengah biaya yang dikeluarkan negara berkaitan dengan kriminalitas dan kekerasan akibat penyalahgunaan NAPZA, antara lain : tindakan pencegahan, penanganan dan penahanan oleh para penegak hukum (polisi dan pengadilan); kerusakan dan kehilangan barang, dll.
Gangguan Kepribadian adalah pola-pola perilaku maladaptive yang sifatnya kronis, dan sepenuhnya tidak merasakan gangguan (Meyer dan Salmon, 1984). Beberapa cirri lain gangguan kepribadian antara lain adalah : kepribadian menjadi tidak fleksibel, tidak wajar atau tidak dewasa dalam menghadapi stres atau di dalam memecahkan masalah. Mereka umumnya tidak kehilangan kontak dengan realitas dan tidak menunjukkan kekacauan perilaku yang mencolok seperti pada penderitaan skizofrenia. Penderitaan ini biasanya dialami pleh para remaja dan dapat berlangsung sepanjang hidup ( Atkinson dkk., 1992).
Gangguan kepribadian ada beberapa macam, diantaranya:
» Paranoid, sifat2nya: sangat curiga, selalu siap terhadap bahaya dan gangguan yang potensial, tidak percaya pada orang lain, menolak tanggung jawab thd kesalahan mereka dan menimpakan kesalahan pada orang lain, kalau dikritik bersikap bermusuh.
» Histrionik, sifat2nya: suka mencari perhatian, lebih banyak pada wanita, selfish, egoistik, tidak stabil dan tidak dapat dipercaya, suka menarik perhatian, minta reassurance, pulian, dan approval dari orang lain dan marah kalau ditolak.
» Obsesif-kompulsif: tidak dapat membuat keputusan, perfeksionis, tidak fleksibel, yang diekspresikan dengan cara2 yg maladaptif, sangat memperhatikan keberhasilan dan detail, sering sampai pada kehilangan pengertian tentang apa yang pentingdan tidak, sangat mementingkan jadwal, sangat kikir tentang uang dan waktu, ekspresi emosi tertahan shp kurang ada hub akrab, interaksinya kaku shg tidak mau kompromi kalau tidak ada persetujuan, tidak produktif dan perfeksionismenya adalah neurotik dan tidak konstruktif.
» Pasif-agresif: memendam amarah dan rasa bermusuh yang diekspresikan dengan cara tidak langsung, dengan cara yang menyakitkan, kalau mereka salah, mereka mengatakan bahwa mereka korban keadaan, mereka merusak hubungan interpersonal, self-centered, tidak mau bertanggung jawab, tidak sensitif thd kritik, menganggap dirinya benar, menjengkelkan.
» Sadistis: bertingkah laku thd orang lain secara bengis dan penuh dan banyak permintaan, perlakuan kejam dapat dilakukan di rumah maupun di pekerjaan, dapat bersifat fisik maupun psikis, merasa senang dan mendapatkan kegembiraan bila mendengar atau melihat orang lain merasa tidak enak (menderita), sangat tertarik dengan kekerasan senjata atau teknik2 penyiksaan.
» Menyalahkan diri sendiri: bertindak dengan cara2 yang membawanya merusak diri sendiri, kurang pemuasan, menderita sakit drpd kesenangan, menderita ketidakpuasan, kegagalan, atau pelecehan, mereka tidak mencari bantuan meski merasa terluka atau terhina, membuat hal-hal positif menjadi tidak mengenakkan.
» Narsistik
Narsistis atau cinta pada diri sendiri digambarkan sebagai orang yang memiliki rasa kepentingan diri yang melambung dan dipenuhi dengan khayalan-khayalan sukses, Merasa diri penting (gradiositas)-> jatuh cinta pada diri sendiri, selalu mencari pujian dan perhatian, serta tidak peka terhadap kebutuhan orang lain, malahan justru seringkali mengeksploitasinya.
Gangguan kepribadian ini ditandai dengan ciri-ciri berupa perasaan superior bahwa dirinya adalah paling penting, paling mampu, paling unik, sangat eksesif untuk dikagumi dan disanjung, kurang memiliki empathy, angkuh dan selalu merasa bahwa dirinya layak untuk diperlakukan berbeda dengan orang lain (DSM-IV). Perasaan-perasaan tersebut mendorong mereka untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan dengan cara apapun juga.
Menurut DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders - Fourth Edition) individu dapat dianggap mengalami gangguan kepribadian narsissistik jika ia sekurang-kurangnya memiliki 5 (lima) dari 9 (sembilan) ciri kepribadian sebagai berikut:
• Merasa Diri Paling Hebat
Jika seseorang merasa dirinya paling hebat/penting (bedakan dengan orang yang benar-benar hebat/penting) maka ia tidak akan malu-malu untuk memamerkan apa saja yang bisa memperkuat citranya tersebut. Selain itu untuk mendukung citra / image yang dibentuknya sendiri, individu rela menggunakan segala cara. Oleh karena itu ketika orang tersebut berhasil memperoleh gelar (tanpa mempedulikan bagaimana cara memperolehnya) maka ia tidak akan segan atau malu-malau untuk memamerkannya kepada orang lain. Bagi mereka hal ini sangat penting agar orang lain tahu bahwa ia memang orang yang hebat. Tidak heran cara-cara seperti mengirimkan ucapan selamat atas gelar yang diperoleh secara instant (dibeli) di koran-koran oleh "diri sendiri" dianggap bukan suatu hal yang aneh. Merasa diri paling hebat namun seringkali tidak sesuai dengan potensi atau kompetensi yang dimiliki (has a grandiose sense of self-important). Ia senang memamerkan apa yang dimiliki termasuk gelar (prestasi) dan harta benda.
• Seringkali memiliki rasa iri pada orang lain atau menganggap bahwa orang lain iri kepadanya (is often envious of others or believes that others are envious of him or her).
• Fantasi Kesuksesan & Kepintaran
Dipenuhi dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kepintaran, kecantikan atau cinta sejati (is preoccupied with fantasies of unlimited success, power, briliance, beauty, or ideal love).
Pintar dan sukses adalah impian setiap orang. Meski demikian hanya sedikit orang yang bisa mewujudkan impian tersebut. Pada individu pembeli gelar sangatlah mungkin mereka menganggap bahwa kesuksesan yang telah mereka capai (cth: punya jabatan) belum cukup jika tidak diikuti dengan gelar akademik yang seringkali dianggap sebagai simbol "kepintaran" seseorang. Sayangnya untuk mencapai hal ini mereka seringkali tidak memiliki modal dasar yang cukup karena adanya berbagai keterbatasan seperti tidak punya latarbelakang pendidikan yang sesuai, tidak memiliki kemampuan intelektual yang bagus atau tidak memiliki waktu untuk sekolah lagi. Hal ini membuat mereka memilih jalan pintas dengan cara membeli gelar sehingga terlihat bahwa dirinya telah memiliki kesuksesan dan kepintaran (kenyataannya hal tersebut hanyalah fantasi karena gelar seharusnya diimbangi dengan ilmu yang dimiliki).
• Sangat Ingin dikagumi (requires excessive admiration).
Pada umumnya para pembeli gelar adalah para individu yang sangat terobsesi untuk dikagumi oleh orang lain. Oleh karena itu mereka berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan "simbol-simbol" yang dianggap menjadi sumber kekaguman, termasuk gelar akademik. Obsesi untuk memperoleh kekaguman ini sayangnya seringkali tidak seimbang dengan kapasitas (kompetensi) diri sang individu tersebut (cth: tidak memenuhi syarat jika harus mengikuti program pendidikan yang sesungguhnya). Akhirnya dipilihlah jalan pintas demi mendapatkan simbol kekaguman tersebut.
• Kurang empathy (lacks of empathy: is unwilling to recognize or identify with the feelings and needs of others).
Para pembeli gelar pastilah bukan orang yang memiliki empati, sebab jika mereka memilikinya maka mereka pasti tahu bagaimana perasaan para pemegang gelar asli yang memperoleh gelar tersebut dengan penuh perjuangan. Jika mereka memiliki empati pastilah mereka dapat merasakan betapa sakit hati para pemagang gelar sungguhan karena kerja keras mereka bertahun-tahun disamakan dengan orang yang hanya bermodal uang puluhan juta rupiah.
• Merasa Layak Memperoleh Keistimewaan(has a sense of entitlement).
Setiap individu yang mengalami gangguan kepribadian narsissistik merasa bahwa dirinya berhak untuk mendapatkan keistimewaan. Karena merasa dirinya istimewa maka dia tidak merasa bahwa untuk memperoleh sesuatu dia harus bersusah payah seperti orang lain. Oleh karena itu mereka tidak merasa risih atau pun malu jika membeli gelar karena bagi mereka hal itu merupakan suatu keistimewaan yang layak mereka dapatkan.
• Angkuh dan Sensitif Terhadap Kritik (shows arrogant, haughty behavior or attitudes).
Pada umumnya para penyandang gelar palsu sangat marah dan benci pada orang-orang yang mempertanyakan hal-hal yang menyangkut gelar mereka. Bagi mereka, orang-orang yang bertanya tentang hal itu dianggap sebagai orang-orang yang iri atas keberhasilan mereka. Jadi tidaklah mengherankan jika anda bertanya pada seseorang yang membeli gelar tentang ilmu atau tesis atau desertasinya maka ia akan balik bertanya bahkan menyerang anda sehingga permasalahan yang ditanyakan tidak pernah akan terjawab. Bahkan mereka akan menghindari pembicaraan yang menyangkut hal-hal akademik.
• Kepercayaan Diri yang Semu
Jika dilihat lebih jauh maka rata-rata individu yang mengambil jalan pintas dalam mendapatkan sesuatu yang diinginkan seringkali disebabkan karena rasa percaya dirinya yang semu. Di depan orang lain mereka tampak tampil penuh percaya diri namun ketika dihadapkan pada persoalan yang sesungguhnya mereka justru menarik diri karena merasa bahwa dirinya tidak memiliki modal dasar yang kuat. Para individu yang membeli gelar umumnya adalah mereka yang takut bersaing dengan para mahasiswa biasa. Mereka kurang percaya diri karena merasa bahwa dirinya tidak mampu, tidak memenuhi persyaratan dan takut gagal. Daripada mengikuti prosedur resmi dengan risiko kegagalan yang cukup tinggi (hal ini sangat ditakutkan oleh para individu narsisistik) maka lebih baik memilih jalan pintas yang sudah pasti hasilnya.
• Yakin bahwa dirinya khusus, unik dan dapat dimengerti hanya oleh
atau harus dengan orang/ institusi yang khusus atau memiliki
status tinggi.
• Kebanggan berlebihan
• Merasa hebat, besar, dan harapan akan perlakuan dan
kepatuhan khusus
• Eksploitatif secara interpersonal(is interpersonally exploitative), yaitu mengambil keuntungan
dari orang lain demi kepentingan diri sendiri.
• Perilaku congkak/ sombong.
»Kepribadian Bergantung atau dependent personality disorder
Ditandai dengan adanya orientasi hidup yang pasif, tidak mampu mengambil keputusan atau menerima tanggung jawab, cenderung menyalahkan diri sendiri, dan selalu berharap memperoleh dukungan orang lain (Atkinson dkk., 1992).
Beberapa ciriya sebagai berikut :
a. Usaha matia2an untuk menghindari ketinggalan yang nyata
atau khayalan.
b. Pola hubungan interpersonal tidak stabil dan kuat yang ditandai
perubahan antara berbagai ekstrim2 idealiasi dan devaluasi
c. Gangguan identitas : citra atau perasaan diri sendiri yang tidak stabil
secara jelas dan persisten
d. Impulsivitas pada minimal 2 bidang yang potensial membehayakan
diri sendiri. Misal berbelanja, seks, penyalahgunaan
zat, ngebut
e. Perilaku atau isyarat bunuh diri atau mutilasi diri
f. Perasaan kosong yang kronis
g. Kemarahan yang kuat dan tidak pada tempatnya atau
Kesulitan mengendalikan amarah
h. Paranoid
Tipe kepribadian tergantung juga ditandai dengan perilaku yang pasif dan tidak berambisi sejak anak-anak, remaja dan masa muda. Kegiatan yang dilakukannya cenderung didasari oleh ikut-ikutan karena diajak oleh temannya atau orang lain. Karena pasif dan tergantung, maka jika tidak ada teman yang mengajak, timbul pikiran yang optimistik, namun sukar melaksanakan kehendaknya, karena kurang memiliki inisiatif dan kreativitas untuk menghadapi hal-hal yang nyata. Pada waktu sekolah mereka biasanya dikenal sebagai siswa yang pasif, tidak menonjol, banyak menyendiri, pergaulannya terbatas sehingga hampir-hampir tidak dikenal kawan sekelasnya. Begitu juga saat menjadi mahasiswa, biasanya serba lambat karena pasif sehingga masa studinya juga lambat. Dalam mencari pekerjaan orang tipe ini biasanya tergantung pada orang lain, sehingga masuk usia kerja juga lambat dan kariernya tidak menyolok. Dalam bekerja lebih senang jika diperintah, dipimpin dan diperhatikan oleh orang lain atau atasan, namun jika tidak ada perintah cenderung pasif seolah-olah tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dalam pergaulan sehari-hari mereka cenderung menunggu ajakan teman namun sesudah akrab sulit melupakan jasa baik temannya.
Dalam kehidupan perkawinan, karena orang pasif biasanya menikah terlambat dan memilih istri atau suami yang dominan, maka dalam kehidupan keluarga biasanya akur, akrab, tentram tidak banyak protes, pokoknya mengikuti kehendak suami atau istri. Pada saat pensiun mereka dengan senang hati menerima pensiun dan dapat menikmati hari tuanya. Masalah akan timbul jika pasangan hidupnya meninggal duluan. Kejadian tersebut seringkali mengakibatkan mereka menjadi merana dan kadang-kadang juga cepat menyusul, karena kehilangan pasangan merupakan beban yang amat berat sehingga mengalami stress yang berat dan sangat menderita.
»Kepribadian Antisosial (psikopat/sosiopat)
ciri-cirinya: kekurangan perhatian mengenai baik dan buruk, tingkah laku manipulatif (buruk): bohong, mencuri, menipu, kacau balau, menggunakan obat2an dan alkohol, menghindari tanggung jawab keluarga dan pekerjaan, bertingkah laku secara impulsif, agresif, dan sembrono, dan tidak menunjukkan penyesalan atas tingkah laku yg tidak sesuai tsb.
Dari beberapa jenis gangguan kepribadian, kepribadian antisosial atau psikopath agaknya yang paling sering dikaji dan diagnosisnya paling handal. Para penderita umumnya hanya sedikit sekali mempunyai tanggung jawab, moralitas, dan perhatian kepada orang lain. Perilaku mereka hampir seluruhnya ditentukan oleh kepentingan mereka sendiri. Mereka tidak terbiasa menggunakam hati nuraninya. Jika pada orang yang normal menyadari bahwa seuatu “kesenangan” pada usia muda terkadang harus bisa tunda untuk kepentingan oran lain, maka tidak demikian halnya dengan penderita psikopath, yang cenderung hanya memperhatikan kemauannya sendiri. Perilakunya impulsive, segera memuaskan keinginannya, dan tidak dapat menahan frustasi (atkinson dkk;1992).
Kepribadian anti sosial sebenarnya merupakan istilah yang tidak tepat, karena cirri-ciri penderitanya tidak mengambarkan perilaku atau yindakan anti sosial. Perilaku anti sosial disebabkan oleh beberapa hal, termasuk didalamnya menjadi anggota gang atau tindakan criminal, kebutuhan akan status dan perhatian, hilangnya kotak dengan realita dan ketidak mampuan mengendalikan impuls. Kebanyakkan kenakalan remaja yang disertai dengan kriminalitas berkaitan denag kepentingan keluarga (ekonomi) atau kepentingan kelompok (gang). Sementara pada kepribadian sosial hampir tidak berprasaan dan agaknya tidak merasa bersalah dan mau menyesalinya meki tinadakan yang mereka lakukan menyakitkan oran lain (Atkinson dkk;1992).
Dua ciri yan paling umum penderita kepribadian sosial adalah tidak dimilikinya rasa cinta ( empati kurang, tidak setia) dan perasaan bersalah atau guilty feeling ( Atkinson dkk;1992 ).
Sedangkan ciri lainnya :
a. Gagal mematuhi norma2 sosial/ hukum sosial
b. Ketidakjujuran berulang yang ditujukan dengan menggunakan
nama samaran, menipu orang lain untuk memperoleh keuntungan atau
kesenengan pribadi.
c. Impulsivitas atai tidak mampu merencanakan masa depan
d. Iritabilitas atau agresivitas yang ditunjukkan misalnya
dengan perkelahian fisik
e. Sembrono terhadap keselamatan diri dan orang lain
f. Tidak bertanggungjawab seperti kegagalan berulang-kali
mempertahankan perilaku kerja atau menghormati kewajiban
finansial
e. Tidak adanya penyesalan yang ditunjukkan dengan sikap
acuh tak acuh atau mencari-cari alasan telah disakiti, dianiaya,
dicuri, oleh orang lain.
f. kekurangan perhatian mengenai baik dan buruk
g. tingkah laku manipulatif (buruk): bohong, mencuri, menipu, kacau balau, menggunakan obat2an dan alkohol, menghindari tanggung jawab keluarga dan pekerjaan
h. agresif.
GANGGUAN PENYALAH GUNAAN OBAT DAN ALKOHOLISME.
Sebelum membahas gangguan penyalah gunaan obat dan gangguan alkoholisme, ada baiknya kita bahas terlebih dahulu adiksi dan habituasi yang akan banyak terjadi pada penderita penyalah gunaan obat dan alkoholisme.
Adiksi dan Habituasi
Adiksi atau kecanduan / ketagihan adalah keadaan tergantung secara fisik pada suatu jenis obat bius. Pada umumnya kecanduan tersebut akan menambah toleransi terhadap obat bius, ketergantungan fisik, dan ketergantungan psikologis ( chaplin;1995 ). Ketergantungan psikologis itulah yang disebut sebagai habituasi. Keadaan adiksi biasanay ditandai dengan toleransi, penambahan dosis secara terus-menerus untuk mendapatkan dampak yang sama, dan with drawal atau penarikan diri dari masyarakat apabila pemberian obat bius tersebut duhentikan ( atkinson dkk;chaplin;1995).
Habituasi (ketergantungan psikologis) mengacu kepada kebutuhan yang berkembang melalui belajar. Orang yang terbiasa menggunakan obat untuk meredakan kecemasannya dapat menjadi kecanduan pada obat tertentu, meski tidak terdapat adanya kebutuhan secara fisik. Misalnya para pemain sepakbola yang menggunakan obat-obatan tertentu untuk mengurangi rasa sakit akibat cedera kaki, akan ketagihan dalam pemakaian obat-obat tersebut meski ia tidak mengalami cedera lagi.
Baik adiksi ataupun habituasi tersebut dapat terjadi pada seseorang yang mengkonsumsi alkohol, obat bius, dan narkotika (Atkinson dkk., 1992)
1. Penyalahgunaan Obat (Drug Abuse)
Menurut Chaplin (1995) penyalahgunaan obat (dalam hal ini adalah obat bius) adalah menggunakan obat bius sampai derajat sedemikian rupa, sehingga mengakibatkan rusaknya kemampuan penyesuaian diri secara sosial, kesehatan secara fisik dan mental. Sementara kecanduan obat bius (drug addiction) adalah penggunaan obat bius sebagai kebiasaan yang disertai dengan ketergantungan psikologis dan fisiologis.
2. Penggolongan Obat Bius
Obat bius biasanya digolongkan dalam beberapa bagian : Obat Penawar, Opiate Narcotics, Stimulans, Obat Penenang dan Halusinogen. Penggolongan obat bius yang disertai dengan pengaruh yang ditimbulkan bagi penggunanya akan dibahas berikut ini (Chaplin, 1995).
Obat Penawar
Obat penawar mencakup alkohol, barbiturate/obat tidur bius (phenobarbital, nembutal, seconal), hidrat khloral dan bromidal. Secara medis obat penawar ini digunakan untuk merangsang istirahat, relaksasi tidur, mengurangi/menghilangkan kecemasan, dan meregakan kejang-kejang atau ketegangan. Ketergantungan penderita dapat secara fisiologis maupun psikologis disertai konsumsi yang makin parah, sehinggan menyebabkan toleransi dan ketergantungan silang dengan obat-obatan lain yang sejenis, serta adanya dampak potensial (potensial effect), yang ditandai dengan satu jenis obat bius justru akan menonjolkan pengaruh pada obat bius lainnya yang sejenis.
Opiate Narcotics
Opiate Narcotics mencakup obat bius seperti candu/ opium, morfin, kodein, serta obat sintesis seperti demerol dan methadon. Obat bius jenis ini dapat menimbulkan keadaan euforia (perasaan senang dan keenakan), rasa muak, rasa kantuk, apati, dan letargi (kelesuan). Secara medis obat jenis morfin, kodein dan demerol dapat digunakan untuk mengurangi rasa sakit.
Pemakaian opiat yang berulang dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Kecepatan terjadinya toleransi bergantung pada pemakaiannya. Pada pemakaian yang terus menerus dalam dosis yang tinggi, toleransi akan terjadi dengan cepat. Penghentian pemakaian akan menyebabkan rasa sakit atau "sakaw" yang luar biasa karena gejala putus obat.
Putauw/Heroin
Heroin dapat menekan kegiatan sistim syaraf pusat, memperlambat detak jantung, memperbesar pembuluh darah tertentu. Orang yang baru menggunakan heroin sering mengalami mual-mual, muntah, pusing dan gatal-gatal. Dampak psikologisnya antara lain : perasaan senang, tegang dan keinginan bersukaria. Toleransi terhadap zat ini akan terjadi dengan cepat sehinggi dibutuhkan dosis yang semakin tinggi. Gejala putus obat atau penghentian diikuti rasa sakit luar biasa.
Kokain
Efek fisioligisnya : percepatan detak jantung, darah tinggi, suhu tubuh meningkat, bola mata mengecil, terbius sesaat, nafsu makan hilang serta susah tidur. Pemakaian dalam waktu lama menyebabkan kelelahan, masalah pencernaan, detak jantung tidak teratur. Efek psikologisnya : menimbulkan rasa gembira, terangsang, bertambah tenaga, meningkatkan percaya diri dan mencapai perasaan sukses. Efek menyenangkan yang hebat hanya berlangsung sekitar 20 menit dan langsung diikuti efek tidak menyenangkan sesudahnya meliputi perasaan depresi dan kelelehan. Akibatnya pemakai ingin menggunakannya secara terus menerus. Pemakaian berulang mengakibatkan kegelisahan, perasaan terlalu gembira, tegang, paranoid.
Ganja/cannabis
Efek yang ditimbulkan sangat tergantung pada jumlah pemakaian, kepribadian dan harapan pemakai serta situasi sekitar. Beberapa efek yang biasa terjadi : gembira, meningkatkan percaya diri, perasaan santai, sangat peka terhadap warna dan suara, mengurangi kemampuan konsentrasi dan daya tangkap, penglihatan menjadi kabur, berkurangnya sirkulasi darah ke jantung. Penggunaan dosis tinggi bisa mengakibatkan rasa panik dan paranoid dan halusinasi
Ketergantungan psikologis pada pecandu obat-obatan jenis ini akan menjadi amat kuat dan sukar untuk disembuhkan. Sementara ketergantungan secara fisiologis paling kuat pengaruhnya adalah dari jenis heroin, yang berdampak terhadap masalah sosial yang serius (pengasingan diri).
MDMA / Ecstacy (turunan Amphetamin)
Efek terhadap tubuh : berkeringat banyak, mulut kering. Rasa haus, rahang kaku, tekanan darah tinggi, detak jantung dan suhu tubuh meningkat, mata berair, kelebihan tenaga dan kurang nafsu makan. Efek psikologisnya : gembira, energik. Penyalahgunaan ecstacy meningkatkan risiko komplikasi pada pemakai yang memiliki tekanan darah tinggi, penyakit jantung, asma, diabetes, ayan dan gangguan jiwa. Bila digunakan dalam dosis tinggi dapat menimbulkan pengaruh fisiologis seperti detak jantung dan tekanan darah meningkat. Mulut kering, berkeringat. Dampak psikologisnya adalah suasana hati mudah berubah, gelisah, mudah marah, bingung, dan tegang. Akibatnya pemakai menjadi paranoid dan bersikap curiga tidak pada tempatnya, mengkhayal, dan berhalusinasi. Hal ini bisa mengakibatkan gangguan jiwa. Bila pemakaian amphetamin dihentikan, pemakai akan mengalami depresi, merasa lelah, bosan, dan sering lapar. Dosis pemakaian terus meningkat sehingga untuk mencapai efek yang diinginkan bisa seratus kali lebih banyak daripada awal penggunaannya. SedativaSedativa, termasuk berbagai obat penenenang dan obat tidur, mengurangi fungsi sistem syaraf pusat. Sedativa dapat menyebabkan koma, bahkan kematian bila dipakai melebihi takaran. Efek lain adalah terganggunya ingatan atau memori dan kemampuan berbicara, bahkan bisa menyebabkan kecatatan. Gejala putus obatnya bisa lebih serius daripada heroin.Shabu-shabuEfek shabu-shabu bermacam-macam tergantung pada kondisi kejiwaan pemakai sebelum menggunakan. Umumnya kepercayaan diri meningkat setelah mengggunakan. Akibatnya pemakai bisa bertindak ganas, agresif dan tingkah lakunya brutal.TembakauTembakau biasa digunakan dalam bentuk rokok yang mengandung berbagai zat berbahaya seperti nikotin, tar, dll. Efek dari nikotin adalah meningkatkan daya kerja jantung, tekanan darah, dan meningkatkan risiko penyakit paru-paru, kanker mulut dan tenggorokan, stroke, jantung.
Stimulans
Stimulans (obat perangsang) yang paling umum digunakan adalah nikotin, kafein, amphetamine (benzedrine, dexedrine, dan mathadrine), dan kokain. Nikotin (pada tembakau)? Dan kafein (pada kopi dan teh) dipakai secara umum dan luas oleh masyarakat. Beberapa ahli berpendapat bahwa tingkat ketergantungan pada nikotin dan kafein terdapat pada para pecandu obat-obatan lain jenis ini.
Amphetamine banyak digunakan untuk mengobati narkolepsi, depresi, obesitas, dan anak hiperaktif. Obat ini memiliki efek menenangkan, menekan atau menghilangkan rasa lapar (bagi kegemukan), bertambahnya kesiagaan, insomnia, dan euforia. Penggunaan secara kronis akan memberikan efek lekas tersinggung dan marah, berkurangnya bobot badan, agitasi (mudah gelisah, bingung, bergejolak, dan terhasut) reaksi paranoid, dan pengasingan diri.
Obat Penenang (Tranquilizers)
Obat penenang mencakup perantara anti psikotik (chloromazine, reserpine, dan garam lithium) dan obat anti kecemasan (valium, miltown dan equanil). Obat jenis ini berfungsi untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan, menekan delusi dan halusinasi, dan menyembuhkan gejala-gejala psikosis. Obat jenis ini banyak digunakan di RSJ, dan dalam taraf yang ringan digunakan juga di masyarakat luas dengan dokter bagi penderita gejala psikosis yang masih ringan.
Halusinogen ( Psyhedelics)
Halusinogen mencakup LSD (Lysergic acid Diethymide), mescaline (dari kaktus peyote), psilocybin (dari jamur Mexico), hashish (dari rami-rami Indian), dan marijuana (dari Canabis sativa). Obat halusinogen dapat menimbulkan atau mempertinggi gambaran-gambaran visual, meningkatkan kesadaran sensoris dan kecemasan, terganggunya koordinasi, dalam beberapa kasus menimbulkan perasaan yang tergantung. Secara medis penggunaan obat ini hanya untuk penelitian eksperimen belaka. Sementara pada masyarakat luas, karena kemudahan diperolehnya menyebabkan penggunaannya tidak dapat dikendalikan, terutama dari jenis marujiana, yang dapat menimbulkan reaksi mirip psikosis berupa halusinasi.
3. Alkoholisme
Alkoholisme dapat diartikan sebagai kekacauan dan kerusak kepribadian yang disebabkan karena nafsu untuk minum yang bersifat kompulsif, sehingga penderita akan minum minuman beralkohol secara berlebihan dan dijadikan kebiasaan (Chaplin, 1995). Pengertian alkoholisme tersebut juga mencakup tidak dapat dikendalikan kemampuan berpantang atau adanya perasaan tidak dapat hidup tanpa minum (Atkinson dkk., 1992).
Efek penggunaan alkohol tergantung dari jumlah yang dikonsumsi, ukuran fisik pemakai dan kepribadiannya. Alkohol dapat mempengaruhi koordinasi anggota tubuh, akal sehat, tingkat energi, dorongan seksual dan nafsu makan. Putus zat dapat mengakibatkan gejala-gejala seperti : hiperaktif, berkeringat, darah tinggi dan tangan gemetar (tremor)
4. Tahapan dalam Alkoholisme
Penderita alkoholisme umumnya melewati 4 tahap yang meliputi : Pra Alkoholik, Prodormal, Gawat, Kronis (Atkinson dkk., 1992).
a. Pra Alkoholik
Pada tahap ini individu minum-minum bersama-sama teman sebayanya dan terkadang minum agak banyak untuk meredakan ketegangan dan melupakan masalah yang dialaminya. Minum dalam jumlah yang banyak makin sering, dan pada saat mencapai kemelut, individu tersebut menambah jumlah minumannya untuk mendapatkan pengaruh alkohol yang dianggapnya membantu.
b. Prodormal
Pada tahap ini individu minum secara sembunyi-sembunyi. Ia masih tetap sadar dan relatif koheren tetapi kemudian tidak lagi dapat mengingat kejadian0kejadian yang pernah dialaminya. Ia merasa asyik dengan minuman keras dan menyesalkan hal itu, tetapi selalu gelisah kapan dan dimana ia akan memperoleh minuman berikutnya.
c. Gawat
Pada tahap ini, semua kendali hilang. Penderita akan minum dan melanjutkannya sampai pingsan atau sakit. Pergaulan sosial menjadi makin buruk dan ia terang-terangan melakukannya di hadapan keluarga, teman-teman atau di kantor. Penderita pada tahap ini mulai minum pada pagi hari, lalu minum terus menerus sampai berhari-hari tanpa mengindahkan aturan makannya. Sewaktu-waktu ia dapat ” berpuasa minum” (selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan), akan tetapi begitu ia minum, maka pola keseluruhannya akan dimulainya lagi. Sebutan ”gawat” diberikan karena jika ia tidak mendapatkan pertolongan, maka ia akan beranjak menjadi pecandu alkohol yang kronis.
d.Kronis
Pada tahap ini hidup penderita hanya untuk minum, minum terus-menerus tanpa berhenti. Kondisi tubuhnya sudah terbiasa dengan alkohol, sehingga ia mengalami gejala-gejala penarikan diri tanpa alkohol dan gejala-gejala gangguan fisiologis. Orang ini sudah tidak memperhatikan penampilan diri dan hubungan sosialnya, sehingga hidupnya berkeliaran di jalan-jalan
PROBLEMA PENYALAHGUNAAN/KETERGANTUNGAN NARKOBA
Setiap hari dalam tahun-tahun terakhir ini orang telah dapat mendengar, membaca atau menyaksikan kasus-kasus penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA (istilah untuk bahan dan zat psikoaktif yang dapat menimbulkan adiksi bila disalahgunakan). Walaupun demikian, pengalaman klinis sehari-hari dalam menangani pasien-pasien yang mengidap penyakit tersebut menunjukkan bahwa masih banyak orang yang awam, tidak mengerti keseluruhan problema yang dihadapi, baik oleh penderita maupun oleh keluarganya; demikian juga pemahaman mengenai proses penyembuhannya : pasien biasanya memandang enteng penyakitnya ("ah, bukan sakit jiwa, hanya ganja, putao, minum alcohol", katanya), sedangkan orangtua/keluarga melihat dan merasakan pasien hanya mendatangkan kesulitan tiada habisnya, kadang-kadang menghabiskan puluhan bahkan ratusan juta rupiah; semua tidak memahami peran dan tanggung jawab masing-masing dalam proses penyembuhan penyakit Narkoba ini.
Artikel ini memang ditujukan untuk anggota masyarakat yang awam, karena itu ada baiknya dipaparkan bahan atau zat apa saja yang dimaksud (tergolong dalam klasifikasi) Napza/Narkoba. Ada istilah lain yang mempunyai pengertian yang sama dengan Napza/ Narkoba, yaitu "bahan adiktif" dan "bahan psikoaktif". Istilah untuk para pemakai atau pengguna pun ada beberapa yang dapat disebutkan disini : "pecandu" (kecanduan = ketergantungana candu/opium/madat), "addict" (drug addict = mereka yang ketergantungan obat/drug, heroin, ecstasy, pil tidur/penenang, dll).
Ketika problema terkait Napza ini mulai diantara pemuda - pemudi Indonesia sekitar tahun 1969, orang baru mengenal beberapa jenis saja Napza. Sejak itu sampai sekarang jenis Napza yang telah dikenal telah makin beragam dan dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Jenis Narkotika, meliputi :
a. opioida : morfin ("bo'at"), heroin (putao)
b. cannabinoid : ganja, marijuana, gelek, cimenng, gras. Buddha Stick (BS), hashish, THC.
c. Cocaine ("coke")
2. Jenis Alkohol : meliputi aneka ragam minuman beralkohol seperti bir, bir hitam/kucing, genuine beer,
whisky, brandy, vodka, mansion, cognac, XO, kamput, cap tikus, dan sebagainya.
3. Jenis Psikotropika : meliputi
a. obat2 Sedatif-Hipnotik (pil penenang dan pil tidur; pil "koplo") : Sedatin (BK), Nipam, Mogadon (MG),
Rohyp (Rohypnol, Rivo (Rivotril), Dumo (Dumolid), Nembutal (Yellow), MX (Mandrax), dan lain2.
b. Obat2/bahan Stimulansia : amfetamin (Amfet), MDMA (Inex, ecstasy), pil pelangsing (anti gemuk), caffeine
(kopi, coklat, puyer cap macan, the, coca cola, minuman penyegar), cocaine.
c. Obat2 Antihistamin : Antimo (anti mabok perjalanan), Napacin (anti-asthma), obat2 flu, dll.
d. Bahan2 Hallucinogen : menimbulkan halusinasi bila masuk ke dalam tubuh dan sampai ke otak, meliputi LSD
("acid"), jamur kotoran hewan ("mushroom"), Peyote, Mescaline, dan sebagainya.
e. Nicotine : dalam tembakau, rokok, cerutu, susur, Nicotine Chewing Gum.
f. Volatile Solvents (bahan pelarut yang mudah menguap) : ether, toluene, acetone, dll. Terdapat misalnya dalam
lem UHU, Aica Aibon.
Problema yang ditimbulkan :
1. Reaksi Obat : ini ditentukan oleh jenis obat/Napza yang digunakan, tetapi umumnya ada satu efek yang sama
yang menjadi tujuan pemakai, yaitu efek "euphoria" (eforia), suatu kenikmatan yang terdiri dari rasa senang yang
intensitasnya lebih tinggi dibandingkan kesenangan yang biasa/normal. Selain itu terdapat juga efek2 lain seperti
- keadaan tenang, santai, ngantuk yang terlihat pada pemakai obat2/bahan yang bersifat menekan susunan saraf
pusat.
- Keadaan segar/lincah/aktif ("on") : pada pemakai Stimulansia
- Napsu makan bertambah besar : pemakaian kanabis/ganja
- Keyakinan (rasa percaya diri) yang meningkat/mantap : pada pemakaian sedatif maupun stimulansia.
Seorang siswa/siswi mungkin tertidur/mengantuk di dalam kelas ketika mengikuti pelajaran di sekolah. Seorang perawat tertidur di salah satu kamar kosong di rumah sakit sesudah menghirup sejenis obat bius yang biasa digunakan untuk membius pasien yang akan dioperasi. Seorang sopir bus yang mengendarai kendaraannya sesudah meminum pil BK akan berperilaku ugal-ugalan, ngebut, dan menyebabkan kecelakaan di jalan raya.
2. Intoxikasi/Keracunan/Overdosis : umumnya, dosis Napza yang digunakan oleh pecandu tidak menuruti aturan kedokteran yang sudah ditetapkan, seringkali dalam dosis berlebihan, bahkan tidak jarang (pada pemakai yang sudah kronis) dosis yang tergolong dosis toxik (dosis yang secara normal sudah menimbulkan keracunan). Pada pemakai kronis, keracunan tidak timbul karena tubuhnya sudah mengalami "toleransi" (dapat menerima, tolerant, dosis tinggi tanpa mengalami intoxikasi. Keadaan kelebihan dosis (OD; Overdosis) dengan gejala yang mengancam nyawa dapat dijumpai pada pemakai yang belum berpengalaman yang karena terdorong oleh semangat ingin dibilang "jago"/hebat, menggunakan Napza dalam dosis tinggi dan melebihi takaran yang seharusnya. OD dapat juga dijumpai pada pemakai yang baru saja lepas perawatan, baru saja menjalani "detoxifikasi", sehingga toleransi tubuhnya sudah berkurang, yang tidak menyadari penurunan toleransi itu dan menggunakan dosis (tinggi) seperti sebelum detoxifikasi. Gejala2 intoxikasi/overdosis tergantung juga pada jenis Napza yang digunakan :
- stimulansia menimbulkan kegelisahan, tak bisa tidur, kadang2 agitasi (ngamuk)
- bahan sedatif-hipnotik menyebabkan coma, melemahnya/melambatnya pernapasan sampai kematian karena berhentinya denyut jantung atau pernapasan
keadaan intoxikasi sering dijumpai pada Ruang/Unit Gawat Darurat (ER = Emergency Room) di rumah sakit. Keadaan ini harus diatasi paling dulu sebelum pasien dapat menjalani detoxifikasi atau rehabilitasi selanjutnya untuk menyembuhkannya secara tuntas.
3. Komplikasi Medis : hepatitis, AIDS, kerusakan katup jantung, penyakit kelamin, penyakit infeksi (kulit, paru, TBC) dan sebagainya.
4. Keadaan/Gejala Lepas Zat (Withdrawal State; Gejala Abstinensia) : "sakauw"; "sugesti".
Bahan Napza dapat menimbulkan ketergantungan psikologis maupun fisik. Bila seorang pemakai telah mencapai taraf ketergantungan dan tidak mendapatkan lagi Napza yang biasa (sehari-hari) dipakainya, maka timbullah keadaan lepas zat (withdrawal state) yang gejalanya terdiri dari gejala fisik dan/atau psikologis, dan tergantung pada Napza yang digunakan. Napza jenis heroin (putao) menimbulkan gejala "sakauw" (sakit karena putao), keadaan abstinensia heroin; sedangkan ecstasy (stimulansia) menimbulkan keadaan lepas zat yang disebut "down". Pengobatan untuk keadaan lepas Napza ini disebut "Detoxifikasi", merupakan tahap penyembuhan yang harus dilalui setiap pasien sebelum ia dapat menjalani tahapan terapi/rehabilitasi lebih lanjut. Lama tahap detoxifikasi ini tergantung jenis Napza dan kepribadian pemakai. Yang sulit adalah mengatasi keadaan ketergantungan psikologis, sebab keadaan ini dapat disamakan dengan seseorang yang sedang/sudah jatuh cinta; tidak jarang orang tidak dapat melupakan kecintaannya itu, bahkan sampai saat menjelang kematiannya sekalipun. Pada individu yang mengalami ketargantungan putao/heroin, ketergantungan psikologis terhadap PT itu menyebabkan ia masih sering kena "sugesti" sesudah gejala2 sakao (ketergantungan fisik) dapat diatasi (sembuh). Keberhasilan detoxifikasi menentukan sukses tidaknya penyembuhan dari ketergantungan Napza.
5. Problema/Gejala Gangguan/Ciri Kepribadian : Tidak jarang kepribadian (karakter, watak) individu yang terlibat Napza menunjukkan sudah patologis/menyimpang sebelum ia menggunakan suatu Napza; ada yang dinamakan "kepribadian risiko tinggi" (rawan) atau "kepribadian adiktif" : tidak jarang pasien ini beralih dari perilaku ketergantungan yang satu kepada perilaku ketergantungan lainnya yang sama2 tergolong adiktif (addictive behavior); dari ketergantungan nicotine/tembakau atau alcohol beralih ke perilaku "bulimia" (makan berlebihan, sampai kegemukan) atau perilaku suka judi (gambling). Dari PT (putao) ke ecstasy atau ganja dan alcohol, dan sebagainya. Dalam riwayat (perjalanan penyakit) ketergantungan Napza (terutama heroin), biasanya kepribadian pasien mengalami perubahan juga kearah antisocial (kriminal, psikopatik), menjadi individu yang banyak berbohong, "cipoa", tidak segan menipu orang (bahkan orangtuanya atau pacarnya sekalipun). Lama2 suka mencuri, dan akhirnya merapok pun dilakukannya, atau perilaku kekerasan lainnya. Sering pecandu putao/heroin terlibat dalam pengedaran (penjualan) bahan terlarang itu sebagai konsekwensi logis kebiasaanya itu (perlu uang banyak, perlu stock putao yang cukup/terjamin; sambil memakai, ia menjual juga putao). Sesudah keadaan intoxifikasi, keadaan lepas Napza dan macam2 komplikasi medis pasien dapat diatasi, maka problema kepribadian inilah yang biasanya muncul ke permukaan dan harus ditanggulangi; hal ini sering tidak dimengerti oleh keluarga yang menganggap bahwa pasien sudah sembuh kalau sudah dibebaskan dari efek2 Napza yang dipakainya. Untuk mendapatkan kesembuhan yang tuntas maka harus diusahakan perubahan dalam kepribadian individu (misalnya : sifat tidak dewasa menjadi cirri dewasa, dan sebagainya). Untuk inilah diperlukan pendekatan tersendiri yang unik bagi masing2 pasien, tidak ada pendekatan yang berlaku sama bagi semua pasien. Yang satu cocok dengan pendekatan religius, yang lain perlu tangan besi seorang polisi, yang lain lagi perlu penanganan secarta kekeluargaan, dan sebagainya.
6. Problema Psikologis : Komplikasi psikologis antara lain adalah depresi (kemurungan jiwa), kecemasan (selalu cemas, takut, curiga) dan lainnya. Bahkan sebagian pasien memikirkan untuk menghabiskan nyawanya agar ia tidak menderita lebih lama lagi. Komplikasi kejiwaan ini harus juga diperhatikan dalam penanganan pasien untuk mencapai kesembuhan tuntas, sebab kedaan jiwa yang terganggu (komplikasi psikologis) dapat membuat kambuh perilaku penggunaan Napza lagi.
7. Problema (komplikasi) Sosial : ketergantungan Napza sering disertai oleh kehidupan social yang tidak wajar. Karena menyadari ketidak-wajaran itu seorang pecandu dapat merasa dirinya "lain" dalam lingkungan sosialnya, tidak berani atau merasa rendah diri, kurang PD dalam bergaulan dalam lingkungan social yang biasa. Mereka akhirnya berkelompok dengan sesama pemakai, terpisah (memisahkan diri) dari lingkungan pergaulan yang wajar, terlibat dalam aktivitas "bawah tanah", kriminal atau menyimpang. Di setiap kota besar, sekian persen, banyak kejahatan dilakukan oleh pecandu heroin/alcohol; demikian juga sekian persen kecelakaan lalu lintas terjadi sebagai akibat sopir sedang berada dibawah pengaruh salah satu Napza tertentu (Nipam, misalnya). Sebaliknya, penyalahgunaan dan ketergantungan Napza (problema "drugs") biasanya timbul dalam lingkungan social yang kacau ("chaos"; seperti dalam masa perang, Perang Vietnam, Perang Iran-Irak, dll) atau dalam mana tidak terdapat kejelasan mengenai peran individu, adanya kebingungan dalam mencapai sesuatu tujuan hidup, dan sebagainya. Tidak jarang seorang pecandu Napza tidak dapat meninggalkan lingkungan sosialnya walaupun telah dibebaskan dari efek Napza yang dipakainya, karena kehidupannya telah terjalin secara sangat erat dalam lingkungan sosial tersebut sehingga akhirnya ia terlibat lagi dalam penyalahgunaan Napza itu. Pasien harus mempunyai keberanian yang cukup besar dan keluarga harus memberi dukungan yang memadai agar pasien dapat melepaskan diri dari lingkungan sosial patologis (tak wajar, sakit) yang selama ini telah dijalaninya.
8. Problema Pendidikan (School Problems)
9. Problema Legal (Kriminal)
10. Problema Keluarga) : adanya seorang anggota keluarga yang terlibat penggunaan Napza menyebabkan kehidupan keluarga terasa tidak nyaman dan penuh ketegangan atau kemurungan disamping rasa saling curiga. Ada orangtua yang memutuskan hubungan keluarga dengan anaknya yang demikian. Problema diantara orangtua sendiri menjadi lebih parah dengan diketahuinya bahwa salah seorang anak ternyata menderita ketergantungan Napza, suami dan isteri saling menyalahkan, ribut besar. Dan banyak lagi kasus2 problema keluarga. Untuk inilah tidak jarang diperlukan Terapi Keluarga (Family Therapy).
11. Problema Nasional : sampai suatu taraf tertentu, wabah penyalahgunaan Napza dapat mengancam keamanan suatu negara, suatu bangsa, sehingga harus dinyatakan sebagai problema nasional dan melibatkan seluruh unsure pemerintahan untuk meanggulanginya.
12. Problema Internasional : kerja sama atau hubungan antar negara dapat menjadi tegang dan terputus karena lalu lintas perdagangan gelap (penyelundupan) sesuatu bahan Napza dari/ke suatu negara. Tuntutan untuk menghapuskan tanaman candu pada suatu negara harus disertai dengan bantuan pada negara itu untuk mengalihkan sumber penghasilannya agar rakyatnya tetap memperoleh kesejahteraan yang diinginkan. Karena itu seluruh dunia sebetulnya perlu bekerja sama dalam penanggulangan masalah Napza ini.
Bahaya Penyalahgunaan NAPZA
1. Berbahayakah penyalahgunaan NAPZA?
Semua jenis obat dan zat dapat membahayakan tubuh bila digunakan tidak sesuai dengan aturan pemakaiannya. Efek obat akan sangat tergantung pada berbagai faktor yang saling berinteraksi. Seberapa besar efeknya bagi tubuh tergantung pada jenis obat yang digunakan, berapa banyak dan sering digunakan, bagaimana cara menggunakan obat itu, dan apakah digunakan bersama obat lain. Efek obat terhadap tubuh manusia juga tergantung dari berbagai faktor psikologis seperti kepribadian, harapan atau perasaan saat memakai, dan faktor biologis seperti berat badan, kecenderungan alergi, dll. Secara fisiologis organ tubuh yang paling banyak dipengaruhi adalah sistem syaraf pusat (SSP) , termasuk otak dan sumsum belakang organ-organ otonom seperti jantung, paru-paru, hati, ginjal, dan pancaindera. Kerusakan pada organ-organ tubuh itu menghilangkan dan merusak fungsi-fungsi tubuh pemakai sebagai manusia normal, sehingga selanjutnya pemakai tidak dapat lagi hidup normal.
NAPZA membahayakan hidup pemakai sendiri maupun orang lain. Bagi pemakai, selain tidak dapat hidup normal, ia juga bisa menghadapi kematian karena overdosis atau penyakit lain. Para pemakai NAPZA biasanya juga menjadi beban bagi orang-orang lain di sekitarnya mulai dari keluarganya sendiri sampai masyarakat luas.
atas^
________________________________________
2. Apa akibat penyalahgunaan NAPZA
Orang yang menyalahgunakan NAPZA - disebut pengguna obat - biasanya tidak dapat hidup normal. Penyalahgunaan obat menciptakan ketergantungan fisik maupun psikologis pada tingkat yang berbeda-beda. Ketergantungan atau kecanduan menyebabkan pengguna tidak dapat hidup tanpa obat. Ketergantungan dimulai ketika orang dengan sadar memilih untuk menyalahgunakan obat. Ketergantungan bukan hanya berarti memakai obat secara berlebih. Ketergantungan disebabkan efek obat pada kerja dan metabolisme otak yang merubah penyalahgunaan menjadi ketergantungan akan obat dan sebuah penyakit kronis.
Ketergantungan fisik menyebabkan timbulnya rasa sakit luar biasa bila ada usaha untuk mengurangi pemakaiannya atau bila pemakaian akan dihentikan. Ketergantungan secara psikologis menimbulkan tingkah laku yang kompulsif (berkeras, ngotot) untuk memperoleh obat-obatan tersebut Ketergantungan ini menyebabkan perilaku orang tersebut menjadi aneh dan kadang-kadang tak terkendali.
Keadaan ini semakin buruk manakala tubuh sang pemakai menjadi kebal, sehingga kebutuhan tubuh akan zat yang biasa dipakainya tersebut meningkat untuk dapat sampai pada efek yang sama "tingginya" (disebut toleransi). Dosis yang tinggi dan pemakaian yang sering diperlukan untuk menenangkan keinginan yang besar. Semakin tinggi dosis dan semakin sering pemakaian, semakin besar kemungkinan pemakai mengalami over dosis (takaran melebihi kemampuan tubuh menerimanya) yang menyebabkan kematian.
Cara termudah mencegah kematian akibat NAPZA, adalah tidak mulai menggunakannya sama sekali !
Sekali pemakai kecanduan, ia akan memiliki ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan psikologis bisa berlangsung seumur hidup! Ketergantungan psikologis sangat sulit dikurangi dan dihentikan.
Mencegah adalah usaha terbaik ! Mencegah jauh lebih mudah dan murah daripada mengobati.
atas^
________________________________________
3. Lalu, apa saja bahayanya?
Penyalahgunaan NAPZA menimbulkan berbagai perasaan enak, nikmat, senang, bahagia, tenang dan nyaman pada pemakainya. Tetapi perasaan positif ini hanya berlangsung sementara, yaitu selama zat bereaksi dalam tubuh. Begitu efek NAPZA habis, yang terjadi adalah justru rasa sakit dan tidak nyaman sehingga pemakai merasa perlu menggunakannnya lagi. Hal ini terus berulang sampai pemakai menjadi tergantung. Ketergantungan pada NAPZA inilah yang mengakibatkan berbagai dampak negatif dan berbahaya, baik secara fisik, psikologis maupun sosial.
Dampak Fisik
Efek NAPZA bagi tubuh tergantung pada jenis NAPZA, jumlah dan frekuensi pemakaian, cara menggunakan serta apakah digunakan bersamaan dengan obat lain, faktor psikologis (kepribadian, harapan dan perasaan saat memakai) dan faktor biologis (berat badan, kecenderungan alergi, dll)
Secara fisik organ tubuh yang paling banyak dipengaruhi adalah sistim syaraf pusat yaitu otak dan sum-sum tulang belakang, organ-organ otonom (jantung, paru, hati, ginjal) dan pancaindera (karena yang dipengaruhi adlah susunan syaraf pusat). Pada dasarnya penyalahgunaan NAPZA akan mengakibatkan komplikasi pada seluruh organ tubuh, yaitu :
Gangguan pada sistim syaraf (neurologis) seperti kejang-kejang, halusinasi, gangguan kesadaran, kerusakan syaraf tepi
Gangguan pada jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) seperti infeksi akut otot jantung, ganguan peredaran darah
Gangguan pada kulit (dermatologis) seperti : pernanahan, bekas suntikan, alergi
Gangguan pada paru-paru seperti : penekanan fungsi pernapasan, kesukaran bernafas, pengerasan jaringan paru-paru, penggumpulan benda asing yang terhirup
Gangguan pada darah : pembentukan sel darah terganggu
Gangguan pencernaan (gastrointestinal) : mencret, radang lambung & kelenjar ludah perut, hepatitis, perlemakan hati, pengerasan dan pengecilan hati
Gangguan sistim reproduksi seperti gangguan fungsi seksual sampai kemandulan, gangguan fungsi reproduksi, ketidakteraturan menstruasi, cacat bawaan pada janin yang dikandung
Gangguan pada otot dan tulang seperti peradangan otot akut, penurunan fungsi otot (akibat alcohol)
Dapat terinveksi virus Hepatisit B dan C, serta HIV akibat pemakaian jarum suntik bersama-sama. Saat ini terbukti salah satu sebab utama penyebaran HIV/AIDS yang pesat, terjadi melalui pertukaran jarum suntik di kalangan pengguna NAPZA suntik (Injecting Drug Users)
Kematian. Sudah terlalu banyak kasus kematian terjadi akibat pemakaian NAPZA, terutama karena pemakaian berlebih (over dosis) dan kematian karena AIDS dan penyakit lainnya.
Dampak psikologis atau kejiwaan
Ketergantungan fisik dan psikologis kadangkala sulit dibedakan, karena pada akhirnya ketergantungan psikologis lebih mempengaruhi. Ketergantungan pada NAPZA menyebabkan orang tidak lagi dapat berpikir dan berperilaku normal. Perasaan, pikiran dan perilakunya dipengaruhi oleh zat yang dipakainya. Berbagai gangguan psikhis atau kejiwaan yang sering dialami oleh mereka yang menyalahgunakan NAPZA antara lain depresi, paranoid, percobaan bunuh diri, melakukan tindak kekerasan, dll. Gangguan kejiwaaan ini bisa bersifat sementara tetapi juga bisa permanen karena kadar kergantungan pada NAPZA yang semakin tinggi. Gangguan psikologis paling nyata ketika pengguna berada pada tahap compulsif yaitu berkeinginan sangat kuat dan hampir tidak bisa mengendalikan dorongan untuk menggunakan NAPZA. Dorongan psikologis memakai dan memakai ulang ini sangat nyata pada pemakai yang sudah kecanduan.
Banyak pengguna sudah mempunyai masalah psikologis sebelum memakai NAPZA dan penyalahgunaan NAPZA menjadi pelarian atau usaha mengatasi masalahnya. NAPZA tertentu justru memperkuat perasaan depresi pada pengguna tertentu. Demikian pula ketika mereka gagal untuk berhenti. Depresi juga akan dialami karena sikap dan perlakukan negatif masyarakat terhadap para pengguna NAPZA. Gejala-gejala psikologis yang biasa dialami para pengguna NAPZA adalah :
Intoksikasi (keracunan), adalah suatu keadaan ketika zat-zat yang digunakan sudah mulai meracuni darah pemakai dan mempengaruhi perilaku pemakai, misalnya tidak lagi bisa berbicara normal, berpikir lambat dll. Perilaku orang mabuk adalah salah satu bentuk intoksikasi NAPZA.
Toleransi, yaitu istilah yang digunakan untuk menunjukkan bahwa seseorang membutuhkan jumlah zat yang lebih banyak untuk memperoleh efek yang sama setelah pemakaian berulang kali. Dalam jangka waktu lama, jumlah atau dosis yang digunakan akan meningkat. Toleransi akan hilang jika gejala putus obat hilang.
Gejala Putus Obat (withdrawal syndrome) adalah keadaan dimana pemakai mengalami berbagai gangguan fisik dan psikis karena tidak memperoleh zat yang biasa ia pakai. Gejalanya antara lain gelisah, berkeringat, kesakitan, mual-mual. Gejala putus obat menunjukkan bahwa tubuh membutuhkan zat atau bahan yang biasa dipakai. Gejala putus obat akan hilang ketika kebutuhan akan zat dipenuhi kembali atau bila pemakai sudah terbebas sama sekali dari ketergantungan pada zat/obat tertentu. Menangani gejala putus obat bukan berarti menangani ketergantungannya pada obat. Gejala putus obatnya selesai, belum tentu ketergantungannya pada obatpun selesai.
Ketergantungan (dependensi), adalah keadaan dimana seseorang selalu membutuhkan zat/obat tertentu agar dapat berfungsi secara wajar baik fisik maupun psikologis. Pemakai tidak lagi bisa hidup wajar tanpa zat/obat-obatan tersebut.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Dampak sosial menyangkut kepentingan lingkungan masyarakat yang lebih luas di luar diri para pemakai itu sendiri. Lingkungan masyarakat adalah keluarga, sekolah, tempat tinggal, bahkan bangsa. Penyalahgunaan NAPZA yang semakin meluas merugikan masyarakat di berbagai aspek kehidupan mulai dari aspek kesehatan, sosial psikologis, hukum, ekonomi dsb.
Aspek Kesehatan. Dalam aspek kesehatan, pemakaian NAPZA sudah pasti menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan para pemakai. Tetapi penyalahgunaan NAPZA tidak hanya berakibat buruk pada diri para pemakai tetapi juga orang lain yang berhubungan dengan mereka. Pemakaian NAPZA melalui pemakaian jarum suntik bersama misalnya, telah terbukti menjadi salah satu penyebab meningkatnya secara drastis penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, selain penyakit lain seperti Hepatitis B dan C. Beberapa jenis NAPZA yang sangat popular saat ini seperti Putaw dan Shabu-shabu juga digunakan dengan cara menyuntikan ke dalam tubuh (disamping ditelan atau dihirup). Penggunaan NAPZA melalui jarum suntik bergantian adalah salah satu cara paling efisien untuk menularkan HIV/AIDS di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia, sampai saat ini. Sampai hari ini belum ditemukan obat untuk menyembuhkan atau mencegah AIDS. Sementara itu, data menunjukkan bahwa pengguna NAPZA dan mereka yang terkena AIDS melalui penggunan NAPZA (melalui jarum suntik dan seks tidak aman) adalah justru mereka yang berusia muda dan produktif. Apa yang akan terjadi pada bangsa ini bila sebagian penduduk mudanya yang produktifnya sakit dan meninggal karena NAPZA dan AIDS. Selanjutnya para pengguna NAPZA juga menyebarkan HIV melalui hubungan seksual dengan pasangan-pasangannya sehingga HIV juga cepat menyebar di dalam masyarakat luas.
Aspek Sosial dan Psikologis. Penyalahgunaan NAPZA cenderung mengakibatkan tekanan berat pada orang-orang terdekat pemakai seperti saudara, orang tua, kerabat, teman. Keluarga sebagai unit masyarakat terkecil harus menanggung beban sosial dan psikologis terberat menangani anggota keluarga yang sudah terjerumus dalam penyalahgunaan NAPZA. Bisa dibayangkan masyarakat seperti apa yang akan tercipta, bila semakin lama semakin banyak keluarga dimana ada anggotanya pengguna NAPZA?
Aspek Hukum Dan Keamanan pun mau tidak mau berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak perilaku menyimpang seperti perkelahian, tawuran, kriminalitas, pencurian, perampokan, perilaku seks berisiko, dst. dipengaruhi atau bahkan dipicu oleh penggunaan NAPZA. Pemakai NAPZA seringkali tidak dapat mengendalikan diri dan bersikap sesuai dengan norma-norma umum masyarakat. Di lain pihak ketergantungan pada NAPZA seringkali mendorong pemakai untuk melakukan apa saja guna memenuhi kebutuhannya akan NAPZA, seperti mencuri dan merampok. Perilaku menyimpang ini jelas mengganggu ketenteraman dan kenyamanan masyarakat yang terkena imbas perilaku penyalahgunaan NAPZA, misalnya dengan terjadinya berbagai perilaku kriminal. Pemakai NAPZA yang sulit mengendalikan prikiran dan perilakunya juga mudah menyakiti (pada kasus-kasus tertentu bahkan membunuh) dirinya sendiri maupun orang lain.
Aspek Ekonomis. Aspek ekonomis dari penyalahgunaan NAPZA sudah sangat nyata yaitu semakin berkurangnya sumber daya manusia yang potensial dan produktif untuk membangun negara. Para pemakai NAPZA tidak membantu, tetapi justru menjadi beban bagi negara. Bukan hanya dalam bentuk ketiadaan tenaga dan sumbangan produktif, tetapi negara justru harus mengeluarkan biaya sangat besar untuk menanggulangi persoalan penyalahgunaan NAPZA. Perawatan dan penanganan para pemakai NAPZA tidaklah murah. Biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk kesehatan jelas meningkat dengan meningkatnya masalah kesehatan akibat pemakaian NAPZA. Memang sangatlah besar kerugian ekonomis dari penyalahgunaan NAPZA baik bagi individu, masyarakat maupun negara. Belum ditemukan satu penelitian yang khusus mengkaji dampak ekonomi penyalahgunaan NAPZA di Indonesia. Tetapi sebagaui acuan, dapat digunakan hasil penelitian yang dilakukan The Lewin Group for the National Institute on Drug Abuse and the National Institute on Alcohol Abuse and Alcoholism yang memperkirakan biaya ekonomi total untuk penyalahgunaan NAPZA di tahun 2000 sekitar $161 billion atau sekitar 14 triliun rupiah.
$110 billion atau sekitar 9,9 triliun rupiah untuk kehilangan produktivitas
$12.9 billion atau 1,1 triliun rupiah untuk biaya kesehatan
$35 billion atau 3,1 triliun rupiah untuk biaya pencegahan dan penanggulangan NAPZA
Biaya lain yang tak bisa diukur dengan uang seperti kematian anak, kesakitan, kelahiran anak cacat karena ibu pengguna, keterlantaran, dll.
Perkiraan biaya tersebut terus menerus meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya antara lain karena meningkatnya epidemi HIV dan jumlah penyalahgunaan NAPZA dari tahun ke tahun. Penelitian ini juga menyatakan bahwa sebagian besar (46 persen) biaya harus ditanggung negara, dan sebagian lainnya (44 persen) ditanggung oleh pengguna dan anggota keluarganya. Keadaan seperti ini sangat mungkin juga menggambarkan situasi Indonesia.
Perkiraan biaya / kerugian negara meliputi :
Biaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA (upaya pencegahan, kontrol, penanganan oleh para penegak hukum)
Biaya kesehatan untuk perawatan dan biaya lain yang berkiatan dengan kesehatan: pengobatan dan perawatan penyakit akibat penyalahgunaan NAPZA maupun penyakit lain yang berkaitan seperti over-dosis, hepatitis B dan C, HIV/AIDS, penyakit jantung, dll.; perawatan dan rehabilitasi medis di rumah sakit dan pusat-pusat rehabilitasi, penanganan korban kekerasan akibat penyaklahgunaan NAPZA; Konseling dan penanganan psikologis,; asuransi kesehatan, dll.
Biaya-biaya yang berhubungan dengan kehilangan produktivitas (penghasilan negara): karena penyakit dan kematian dini; perawatan berkepanjangan dalam lembaga perawatan seperti rumah sakit atau pusat rehabilitasi, menjadi tahanan di penjara karena pelanggaran hukum. Pendeknya, hilangnya kemampuan berproduksi dari korban maupun pelaku kekerasan akibat penggunaan NAPZA
Biaya sosial lain seperti kriminalitas, kekerasan, dan gangguan kesejahteraan sosial. Lebih dari setengah biaya yang dikeluarkan negara berkaitan dengan kriminalitas dan kekerasan akibat penyalahgunaan NAPZA, antara lain : tindakan pencegahan, penanganan dan penahanan oleh para penegak hukum (polisi dan pengadilan); kerusakan dan kehilangan barang, dll.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar